Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kauman Solo yang Melintasi Zaman

Kompas.com - 10/07/2015, 16:02 WIB
MEMASUKI Kampung Kauman di Solo, Jawa Tengah, nuansa peradaban tempo dulu langsung lekat terasa. Bangunan bertembok lawas, gang-gang sempit, dan masjid besar menandai jati diri kampung tersebut. Inilah salah satu perkampungan tertua di Solo di mana kejayaan bisnis batik dan syiar agama Islam masa silam masih berjejak.

Kampung Kauman mulai tumbuh saat Raja Keraton Surakarta Paku Buwono III membangun Masjid Agung Keraton, persis di sisi sebelah barat alun-alun keraton pada tahun 1763-1788.

Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko, mengatakan, Kampung Kauman biasa dijumpai dalam peradaban kota-kota tua di Jawa. Kampung ini biasanya berada di sisi belakang Masjid Agung dan di dekat alun-alun keraton. Seperti halnya di Solo, Kampung Kauman di Yogyakarta juga berada persis di dekat Masjid Agung Keraton.

Pada era pemerintahan Keraton Surakarta, Islam adalah agama negara. Raja sebagai pemimpin tertinggi politik dan pemerintahan, sekaligus menjadi pemimpin tertinggi agama. Untuk menjalankan fungsi tersebut, sang raja dibantu penghulu yang bertugas mengurusi bidang keagamaan.

Dalam menjalankan tugasnya, penghulu dibantu ulama dan para kaum atau abdi dalem pamethakan (putih). Mereka oleh keraton diberikan tanah untuk tempat tinggal di sekitar Masjid Agung. ”Kampung tempat para kaum ini tinggal kemudian disebut ’Kauman’,” kata Heri. Nama Kauman pun tetap bertahan hingga kini.

Kampung Kauman ditinggali, antara lain, ketib atau khatib, yakni pengkhotbah shalat Jumat dan juga imam. Selain itu, modin, yakni pemukul beduk menjelang waktu shalat dan mengumandangkan azan. Pembantu modin atau disebut qoyyim dan merbot yang bertugas mengurusi kebersihan masjid hingga menyediakan tikar untuk shalat dan tugas-tugas teknis lainnya juga bertempat tinggal di Kauman.

Di Solo, Kampung Kauman terbagi menjadi beberapa kampung yang lebih kecil. Kampung ini disebut sesuai jenis-jenis pekerjaan yang digeluti warga setempat. Misalnya, ada Kampung Modinan karena dulu menjadi tempat tinggal para modin.

Kampung Blodiran karena banyak ditinggali abdi dalem yang bekerja sebagai tukang bordir. Kampung Gerjen karena sebagian besar warganya bekerja sebagai gerji atau penjahit.

Ada juga Kampung Kentiran karena pekerjaan warganya menjadi pembuat samir, yakni semacam selendang mini berwarna kuning dan merah yang dikalungkan di leher. Samir wajib dipakai oleh abdi dalem ataupun masyarakat awam saat ada acara resmi di keraton atau ketika masuk ke dalam lingkungan keraton.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com