Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kidung Syukur dari Lereng Slamet

Kompas.com - 12/07/2015, 14:31 WIB
”Perang” tomat

Tradisi lain yang dipanggungkan dalam hajatan Festival Gunung Slamet 2015 adalah ”perang” tomat dan stroberi. Ratusan petani dan kaum muda setempat saling lempar buah stroberi dan tomat yang merupakan hasil andalan wilayah itu. Tomat dan stroberi yang digunakan adalah produk tidak laku dijual karena busuk atau apkir.

Kegiatan yang dipusatkan di kolam Rest Area Lembah Asri Desa Serang itu menyedot perhatian ribuan wisatawan dan pehobi foto sejumlah daerah.

Tina Apriani (22), warga Serang yang juga terlibat dalam perang buah, mengatakan, kegiatan ini diyakini akan lebih mengenalkan potensi pertanian di desanya, seperti stroberi dan tomat. ”Promosi wisata seperti ini lebih mengena,” katanya.

Ketua Panitia Festival Gunung Slamet 2015 Tri Daya Kartika menuturkan, ajang perang buah ini terinspirasi dari tradisi perang cambuk antara warga Dusun Kaliurip dan Gunungmalang di Desa Serang pada zaman dulu.

Festival Gunung Slamet yang sebagian besar dihelat di Rest Area Lembah Asri juga menampilkan pertunjukan ebeg atau kuda kepang khas Banyumasan, kirab budaya hasil bumi, dan puncak acara prosesi wayang ruwat serta pentas seni kontemporer dan budaya lokal, pada Sabtu (6/6/2015) malam.

Wakil Bupati Purbalingga Tasdi berkomitmen memasukkan ajang ini sebagai agenda wisata tahunan tingkat provinsi. Festival Gunung Slamet akan dijadikan ikon budaya dan wisata Purbalingga.

Dalam buku Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak (LKiS, 2008), Budiono Herusatoto mencatat, wong Banyumasan yang meliputi gugusan wilayah Jateng bagian barat termasuk Purbalingga berada jauh dari pusat keraton sejak di Demak, Surakarta, dan Yogyakarta.

Pemeo yang disematkan pada mereka adoh ratu, cedhek watu (jauh dari raja, dekat dengan batu). Penduduknya menggeliat dalam kultur pertanian. Batu sebagai perwujudan alam adalah ibu, sumber dari segenap denyut kehidupan.

Harmoni alam dan manusia yang tersaji dalam Festival Gunung Slamet mengukir makna spiritual, sosial, dan kultural. (Gregorius Magnus Finesso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com