Ada pegawai yang tengah nglengkreng (proses menutup pola menggunakan malam), nerusi (menutup pola menggunakan malam di sisi dalam pola), ngelir (pemberian warna pertama), nembok (memblok motif menggunakan malam), nglorot (memasak kain agar malam luruh sehingga motif batik mulai terlihat), juga menjemur kain batik yang sudah jadi dan siap jual.
"Tidak ada batik cap di Lasem, semua batik tulis. Dibutuhkan waktu hingga satu bulan untuk menghasilkan satu kain batik. Itu sebabnya, harga batik Lasem mahal," kata penyuka keroncong dan campursari ini.
Menurut Babad Lasem karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), sejarah batik Lasem erat kaitannya dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho tahun 1413.
Di babad tersebut diceritakan, anak buah kapal yang ikut melaut bersama Cheng Ho, yakni Bi Nang Un bersama istri, Na Li Ni, memilih tinggal di Babagan lantaran terpesona keindahan alam Jawa.
Dari keduanya, warga Lasem belajar batik dengan motif yang dikembangkan. "Motif batik Lasem dipengaruhi kebudayaan Persia dan Tiongkok, karena dulu Lasem menjadi tempat singgah kapal dari kedua negara tersebut," ungkap Sigit.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.