Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/07/2015, 13:45 WIB
PASAR bandeng, sebuah perayaan rakyat yang mengakar dalam relung jiwa orang-orang Gresik, Jawa Timur, terus berjalan melintasi waktu, tak lekang oleh perubahan zaman. Disimak sampai dekade 70-an, peristiwa kultural yang konon dirintis oleh para pengikut Raden Paku alias Sunan Giri itu tidak banyak mengalami perubahan berarti.

Di festival populer itu, yang berlangsung setiap dua hari menjelang Idul Fitri, para petambak ikan bandeng di wilayah Pantura, seperti Gresik, Tuban, Lamongan dan Sidoarjo, menjual hasil panen ternak bandeng mereka setelah menyiapkannya jauh-jauh hari.

Pada malam hari, saat pasar rakyat itu dilangsungkan, ratusan penjual bandeng menggelar dagangan mereka di sepanjang jalan utama yang sehari-hari menjadi wilayah pusat pertokoan. Ikan bandeng menjadi mata dagangan utama, sementara beragam barang lainnya menjadi pelengkapnya.

Entah karena tradisi yang diciptakan para pengikut salah satu anggota wali songo itu atau karena kelezatan naturalnya, bandeng menjadi ikan yang sangat populer dan digemari orang-orang Gresik. Boleh dibilang setiap Lebaran, menu utama rakyat Gresik adalah bandeng yang diolah dalam segala macam resep masakan.

Yang paling lazim di lidah warga setempat adalah gulai bandeng. Namun istilah gulai ini tak dikenal oleh orang Gresik. Mereka punya nama tersendiri yang otentik, yakni kothok bandeng. Racikan bumbunya ya tak jauh beda dari gulai yang sarat dengan rasa gurih santan.

Menu kedua yang namanya agak membingungkan orang luar Gresik adalah bali bandeng. Bali bandeng tak ada kaitannya dengan Bali yang melahirkan koreografer kondang Ketut Rina dan pelukis kenamaan Ketut Reggeg itu. Masakan bali bandeng setara dengan bandeng dibumbuhi dengan cabe merah sebagai bumbu utama.

Di atas semua menu yang lazim itu, terdapat olahan khas eksotis bernama otak-otak bandeng. Jika anda tinggal di Jakarta dan sekitarnya, anda mungkin membayangkan otak-otak ikan tenggiri, yang dibuat dari campuran tepung dan ikan tenggiri yang dibungkus daun pisang, lalu dibakar.

Otak-otak bandeng sama sekali bukan seperti itu. Ini makanan eksklusif yang terlalu mewah untuk dikonsumsi sehari-hari, terutama bagi rakyat jelata di dasawarsa 70-an ke belakang. Pembuatannya pun butuh kiat khusus dan rasanya terlalu gurih untuk dimakan tanpa nasi.

Begitulah tradisi pasar bandeng menurunkan aneka kuliner khas Gresik.

Pasar bandeng dikemas dengan format yang tak banyak berubah. Selalu ada gairah untuk memelihara bandeng di tambak selama mungkin untuk menghasilkan bandeng terbesar dan bandeng itulah yang akan dilelang pada puncak acara malam pasar bandeng.

Karena namanya lelang, harga yang dilontarkan di hadapan peserta lelang pun tidak mengikuti hukum pasar yang normal. Untuk pasar bandeng kali ini, harga bandeng itu dipatok senilai Rp 250.000 per kilogram.

Bandeng-bandeng yang dijual di luar arena pelelangan pun umumnya sekitar sebesar sekilo seekor. Selayaknya situasi di pasar tradisi, pedagang bebas menawarkan bandeng, dan pembeli yang terbiasa belanja di swalayan dibuat bingung oleh beragam harga yang bervariasi.

Meski hakikatnya pasar rakyat yang berkonotasi untuk kaum jelata, festival pasar bandeng diminati kaum berduit karena faktor bandengnya. Orang-orang yang berkampung halaman di Gresik yang sukses maupun yang gagal yang hidup di perantauan berjuang untuk mudik bukan sekadar silaturahmi saat Lebaran dengan sanak saudara, tapi juga untuk mengunjungi keramaian pasar bandeng.

Tentu yang paling melimpah hadir di pasar bandeng adalah kaum jelata. Di saat itulah mereka mempersiapkan Lebaran dengan memberi segala macam keperluan seperti sandang dan mainan.

Busana yang dijual kebanyakan bermerek internasional, namun berkualitas imitasi. Segala macam merek jetset tapi dengan kualitas abalabal diperdagangkan di sana. beragam mainan tradisional juga tak ketinggalan. Namun, ketika anak-anak mulai gemar dengan gawai untuk menghibur diri dengan segala rupa permainan daring, mainan tradisional itu tak lagi diperdagangkan dalam jumlah besar seperti tiga dasawarsa silam.

Topeng kardus berbentuk kepala singa, topi pasukan romawi dengan pedang kayu menjadi mainan paling disukasi dan laring di masa tiga dekade silam.

Mungkin suatu saat nanti mainan itu akan terkubur oleh zaman yang kian canggih. Namun, diperkirakan pasar bandeng akan tetap bertahan, setidaknya sampai orang-orang Gresik merasa perlu melanggengkan kreasi penyebar iman yang kini mereka peluk dengan segala rasa hormat dan takzim.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com