"Harga perahu ini berbeda-beda. Kalau yang ukuran empat dapa saya jual Rp 3,5 juta. Kalau yang 5,5 dapa Rp 8 juta. Harganya memang mahal karena sepenuhnya dikerjakan memakai tenaga manusia dan waktunya lama, antara seminggu hingga dua pekan untuk satu perahu," katanya.
Pembuat perahu lainnya, Ramadhan, sudah menggeluti profesi ini sejak tahun 2000.
Dia merupakan generasi baru pembuat perahu di keluarganya.
Saat ditanya tentang sejarah pembuatan perahu tradisional Banjar di pulau ini, dia mengaku tak tahu. Pun saat ditanya tentang asal usul nama Pulau Sewangi.
Dia hanya melakukan pekerjaannya sekadar meneruskan amanat para leluhur di keluarganya agar tetap terus melestarikan pembuatan jukung dan kelotok ini. "Saya tak pernah mendengar cerita-cerita seperti itu. Saya hanya meneruskan pekerjaan orang-orang tua kami dulu," katanya.
Perajin perahu lainnya, Imis, malah lebih kreatif. Jika para tetangganya di pulau ini sibuk bergelut membuat jukung dan kelotok sesungguhnya, dia malah berinisiatif membuat miniaturnya sebagai cenderamata bagi para pelancong yang bertandang ke tempatnya.