Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curug Ibun, "Grand Canyon" Majalengka

Kompas.com - 26/07/2015, 12:09 WIB
Untuk sampai di tanah yang lebih datar sebelum turun lagi ke arah sungai, jaraknya sekitar 15 meter dari jalan masuk awal. Sepanjang 15 meter itu, pengunjung turun melintasi undak-undakan tanah yang dibatasi dengan bambu. Sebagian segmen kecuramannya nyaris 90 derajat. Persis sama ketika Anda menuruni tangga yang tegak lurus. Di kanan-kiri undak-undakan tersebut terdapat bambu sebagai pengaman dan pegangan tangan.

Pada bagian tanah yang datar, terdapat warung-warung makanan yang dikelola warga. Para pemandu banyak berkumpul di tempat itu. Hawa dingin mulai merasuk dan suara jeram di bawah yang menimbulkan uap air itu terdengar hingga ke atas.

”Yang khas di sini ialah dinding batunya. Itu seperti Grand Canyon di Amerika,” ujar Ugun Gunawan (45), pemandu yang juga anggota Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Desa Sukadana.

Dinding setinggi 20 meter itu membentuk lembah dengan sungai di dasarnya. Pada lapisan dinding terlihat guratan menyerupai alur air. Dinding batu itu mirip dinding lava di patahan Lembang, Bandung. Bedanya, dinding batu di Sukadana selalu basah. Dari celah-celah dinding batu itu muncul rembesan air. Salah satunya sangat deras hingga membentuk curug. Warga sekitar menamainya Curug Ibun Pelangi. Nama itu diberikan karena ketika matahari bersinar dan menerobos embun yang timbul dari jeram muncullah pelangi.

Dinding lava

Untuk sampai di dasar lembah dan menyentuh sungai, pengunjung harus kembali turun melintasi turunan yang curam dengan undakan dari bambu. Kali ini benar-benar hanya tangga dari bambu yang melekat pada tanah lempung. Jarak antara tanah datar tempat pengunjung dan pemandu beristirahat di warung dengan dasar sungai sekitar 6 meter.

Ketika kaki sampai di bawah dan menyentuh air sungai, barulah tersadar bahwa ratusan orang yang hari itu berada di Curug Ibun sejatinya sedang berada di dasar lembah dengan dinding batu di kanan-kiri. Hawa dingin kian menyergap dan yang keluar uap dari mulut.

Arus sungai sangat deras dan bebatuan besar menyebar di dasar sungai. Wisatawan pun memanfaatkan momen itu untuk berfoto, duduk di batu, atau mengambil latar belakang air terjun. Sebagian di antaranya pilih berenang. Pemandu berkali-kali mengingatkan pengunjung agar tidak langsung berada di bawah Curug Ibun karena airnya yang deras.

Sungai Cilogkrang benar-benar seperti lorong dengan air menggerojok dari atas dan dinding batu yang mengapit di kedua sisi. Pengunjung dibuat penasaran melihat pemandangan dinding batu dengan sungainya yang berair es.

Mengenai dinding batu di Curug Ibun, dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Brahmantyo menduga itu adalah jenis batuan beku atau andesit. Batuan itu terbentuk dari aliran lava yang merayap di lereng Ciremai. Lava itu tergerus dan tererosi aliran sungai di bawahnya sehingga dalam proses jutaan tahun lava itu membeku menjadi batuan. Batuan itu diperkirakan terbentuk dalam rentang waktu 2 juta tahun lalu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com