Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Setenar Kuta, Pantai Batu Sungu di Buleleng Begitu Molek

Kompas.com - 28/07/2015, 19:06 WIB

Seperti penanaman coral, bersih-bersih pantai, diving dan snorkeling serta yang lainnya. "Kegiatan kami ada diving sambil bersih-bersih coral di dalam laut," ujar Gede Yudarta, dari Sea Communities.

Hal ini dilakukan guna melestarikan kembali terumbu-terumbu karang di sini yang sempat rusak karena sistem penangkapan ikan yang salah. Awalnya, cara tangkap yang dilakukan adalah dengan menggunakan jaring tradisional.

Namun kemudian berkembang menggunakan sianida. Hal ini dikarenakan meningkatnya permintaan pasar serta merasa termudahkan dengan penggunaannya. Akibatnya memang tidak langsung terlihat saat itu.

Pemakaian sianida dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang. Dari sanalah, semenjak tahun 2002-an, menurut Gede, sianida pun mulai ditinggalkan dan para nelayan di desa ini kembali pada pada penggunaan jaring tradisional.

Bahkan jaring yang digunakan pun dipilih yang lembut, agar tidak merusak coral. Rehabilitasi terhadap terumbu karang pun dilakukan. Dan, organisasi yang telah 3 tahun aktif ini cukup gencar menggalakkan kegiatan ini bersama para relawan dan juga nelayan serta penduduk lokal Desa Les.

Tak heran, desa ini juga cukup dikenal dengan kearifan lokalnya. Penduduk lokalnya sendiri bahu-membahu dalam menjaga kelestarian alam lingkungan tempat tinggalnya.

Jarak yang ditempuh untuk mencapai lokasi Desa Les memang cukup memakan waktu. Kurang lebih 3 jam perjalanan jika dicapai dari pusat Kota Denpasar, atau kurang lebih 124 km. Sementara dari jika datang dari ibu kota Kabupaten Buleleng, yakni Singaraja, Desa Les ini berjarak 35 km.

Panen garam tiap 3 hari

Selain menjadi nelayan dan petani kebun, untuk mata pencaharian utama masyarakat Desa yang sebelah selatannya berbatasan langsung dengan Kintamani, Kabupaten Bangli ini, sebagian besar adalah petani garam. Di tepian pantai akan tampak peralatan tradisional mereka untuk membuat garam tersebut.

Lahan dan peralatan dari bantuan pemerintah daerah setempat ini dimanfaatkan oleh Ketut Windra dan petani garam lainnya untuk mengolah air laut menjadi produk garam yang kemudian mereka pasarkan.

Bersama sang istri, Windra pun tampak sibuk mengumpulkan butir-butir garam putih yang telah berhasil dipanen, yang kemudian dimasukkan ke dalam karung-karung dan siap untuk dibawa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com