Namun, museum yang informatif dan terawat baik itu tak juga menggairahkan minat publik berkunjung. Satu-satunya rombongan pelajar yang mampir ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi pada Sabtu (8/8/2015) lalu adalah para siswa kelas VIIID SMP 74 Jakarta. Farah (13), Tasya (13), dan teman-teman sekelasnya ditugaskan membuat foto dan video museum itu.
Pengunjung lain, dan itu pun tak banyak, adalah keluarga yang mampir karena minat pribadi salah satu anggotanya. Prima Gumilang (27), misalnya, mengajak keluarganya yang akan berkunjung ke Monumen Nasional untuk mampir ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi. ”Daripada hanya berbelanja di Monas, lebih baik saya ajak mampir dulu. Sudah jauh-jauh dari Kediri, Jawa Timur, sayang jika tidak mampir ke museum bersejarah ini,” kata Prima.
Menurut Jaka Prabawa, pada bulan proklamasi, yang paling banyak berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi justru wartawan atau komunitas pencinta sejarah. Merujuk buku tamu museum itu, kunjungan tugas sekolah baru marak mulai dari Januari hingga Maret, sesuai dengan silabus bahan ajar mata pelajaran Sejarah.
”Kalau ada tugas sekolah pada Agustus, itu inisiatif guru Sejarah memanfaatkan momentum peringatan Proklamasi,” kata Jaka.
Jejak-jejak sejarah itu mengajak kita melihat peran bapak-bapak bangsa yang bertindak jauh melampaui kepentingan pribadi demi mimpi besar tentang kemerdekaan rakyat. (MOHAMMAD HILMI FAIQ/ ARYO WISANGGENI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.