Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelam Bersama Hiu Paus di Teluk Cendrawasih

Kompas.com - 07/09/2015, 11:37 WIB
HARI Kemerdekaan RI 17 Agustus tahun ini yang jatuh pada hari Senin, memberi berkah karena bisa mendapatkan tambahan 3 hari libur sekaligus. Kali ini saya dan teman-teman dari Corona Diving Club melakukan penyelaman di Teluk Cendrawasih sekaligus merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia bersama hiu paus (whale shark) di sana.

Rabu (12/8/2015) malam kami 16 penyelam yang berasal dari Jakarta yaitu Surjatun Widjaja, Lilie, Greg, Anita, Kusnadi, Denny H Chandra, Indra, Neliana, Hadi, Yadi Sasmita, Jonathan, Paulus, bergabung bersama Teresia Dewi dari Bogor, Johan dari Padang, Luther dari Manado dan Hendra dari Palembang, sudah berkumpul di Bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan penerbangan ke Manokwari memakai Garuda.  Penerbangan ini akan memakan waktu 5 jam dengan sekali transit di Makassar, Sulawesi Selatan.

Tiba di Manokwari kami dijemput oleh awak kapal Pearl of Papua (POP) dan langsung diantarkan ke kapal.  Pimpinan POP Kapten Beda Jehadul, asli orang Komodo menyambut kami dengan ramah.  Rencananya hari itu kami hanya melakukan check dive dan penyelaman di sekitar Manokwari sambil menunggu keluarnya izin perjalanan kapal. Sungguh menyenangkan menghirup kembali aroma laut.

SURJATUN WIDJAJA Lilie Chow dan hiu paus (whale shark) di Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Senin (17/8/2015).
Berada di laut berarti seminggu terlepas dari tekanan pekerjaan.  Tidak sabar rasanya untuk berjumpa dengan whale shark yang sudah menjadi buah bibir dikalangan penyelam.

Penyelaman pertama dilakukan di Mansinam tidak jauh dari tempat berlabuhnya kapal. Mansinam adalah tempat kedatangan misionaris pertama ke tanah Papua. Hal ini ditandai dengan berdirinya monumen salib besar dan sebuah gereja.

Wreck yang terdapat disana adalah sebuah kapal kargo yang tidak terlalu besar. Seluruh badan kapal sudah ditumbuhi karang dan koral lunak. Di dalam badan kapal ditemukan beberapa ekor Stone Fish, Cyprea sp, nudibranch dan lain-lain.

Pemandangan indah koral lunak berpadu dengan ikan warna-warni yang berenang dengan gemulainya. Sore hari kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan Anggrem, Manokwari, menuju Tanjung Ayami, lokasi penyelaman berikutnya, di tengah perjalanan menuju tujuan akhir yaitu Bagan Kwantisore, Nabire.

Pelayaran ke Tanjung Ayami memakan waktu 17 jam pada kondisi laut bergelombang dan berangin.  Apalagi kapal juga sempat mengalami kerusakan mesin. Selain menyelam di 2 dive spot Tanjung Ayami, kami juga menyelam di Busurua.

SURJATUN WIDJAJA Menyelam bersama hiu paus di Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Senin (17/8/2015).
Tujuan perjalanan kali ini adalah Bagan Kwantisore di Teluk Cendrawasih. Desa Kwantisore adalah lokasi konservasi dan pusat penelitian Whale Shark. Perairan Teluk Cendrawasih di sebelah utara Papua adalah Taman Nasional dengan perairan terluas di Indonesia.  Teluk Cendrawasih juga merupakan kawasan konservasi laut terbesar di Indonesia.

Whale shark atau Rhincodon typus, di Indonesia dikenal dengan sebutan Hiu Paus atau Cucut Geger Lintang, dan oleh nelayan di Teluk Cendrawasih dikenal dengan nama Gurano Bintang karena punggungnya penuh dengan motif bintang.  Hiu paus adalah jenis hiu terbesar.  Panjangnya bisa mencapai 14 meter dan dapat mencapai usia lebih dari 100 tahun.

Pada umumnya jenis betina lebih besar dari jantan. Betinanya bertelur (ovoviviparous) namun dipelihara di dalam perutnya.  Ketika dilahirkan, panjang bayi berkisar 60-70 cm dan jumlah bayinya bisa mencapai ratusan ekor. Makanannya adalah plankton, kril dan ikan teri.

Walaupun mempunyai banyak gigi kecil namun tidak difungsikan karena cara makannya dengan membuka mulut lebar-lebar dan menyaringnya. Ikan ini menyaring sampai 6.000 liter air dalam satu jam . Mereka dapat menyelam sampai kedalaman 1.200 meter dan hidup secara berkelompok di habitat tertentu sampai  200-400 ekor.  Bergerak secara perlahan dengan kecepatan kira-kira 5 kilometer per jam.

SURJATUN WIDJAJA Lilie Chow dan hiu paus (whale shark) di Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Senin (17/8/2015).
Di Kwantisore inilah Whale Shark sering muncul ke permukaan dan berinteraksi dengan manusia. Ikan ini sangat jinak dan tidak takut orang.  Mereka biasa muncul di sekitar bagan tempat menangkap ikan teri. Jadi ikan ini bisa dipanggil dengan melempar ikan teri ke dalam laut. Biasanya mereka muncul beberapa ekor dan langsung menyembul kepermukaan laut, membuka mulutnya, dan menampung teri yang dilemparkan nelayan bagan.

Menurut cerita penjaga bagan, whale shark kecil baru muncul kalau tidak banyak orang. Konon belum lama berselang ada 2 ekor whale shark mengantarkan seekor whale shark besar ke pantai dan whale shark besar ini akhirnya mati di pantai dan kedua ekor pengantarnya kemudian kembali ke laut.

Ketika kedatangan kami, whale shark yang muncul ada 3 ekor.  Kalau lagi banyak katanya bisa sampai 7 ekor. Awalnya beberapa penyelam agak takut dan menjaga jarak dengan ikan ini. Tetapi setelah merasakan jinaknya perlahan-lahan penyelam  mulai berani mendekat dan berfoto ria.

SURJATUN WIDJAJA Penyelam bersama hiu paus (whale shark) di Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Senin (17/8/2015).
Dulu whale shark ini diburu masyarakat. Kemudian Kementerian Kehutanan dan WWF Indonesia bekerja sama dengan pihak Taman Nasional membentuk desa konservasi berbasis wisata di Kwantisore.  Sekarang whale shark ini mendatangkan penghasilan untuk masyarakat setempat melalui diving trip, snorkeling trip, tiket masuk, retribusi konservasi,  penggantian biaya penangkapan ikan teri untuk nelayan bagan dan lain-lain.

Pada penyelaman kedua ketika sudah merasakan persahabatan dengan ikan ini, kami kemudian membawa bendera Merah Putih kedalam laut karena bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kami sudah beberapa kali merayakan 17 Agustusan di laut, termasuk ketika pemecahan Guiness World Records pada tahun 2009 di Manado yang diikuti 2.486 penyelam. Kami melakukan 3 kali penyelaman di bagan Kwantisore dan bermain sepuas-puasnya dengan whale shark yang jinak ini.

Pada saat perjalanan menuju Biak, tempat di mana kami akan terbang kembali ke Jakarta, kami sempat melakukan penyelaman di Miosindi dan Miosrundi. Cave Cathy and Marthien di Miosrundi sangat indah. Goanya berupa lubang di mana ketika penyelam masuk ke dalam, ujung ke luarnya berupa tiga buah goa pada kedalaman berbeda.

Warna birunya laut dalam bingkai bundarnya tiga goa bersusun sungguh merupakan komposisi yang cantik untuk bidikan kamera penyelam.

SURJATUN WIDJAJA Penyelam bersama hiu paus (whale shark) di Teluk Cendrawasih, Papua Barat, Senin (17/8/2015).
Dari Miosrundi perjalan ke Pelabuhan Biak tinggal 3 jam,  Tetapi karena masalah mesin perjalanan ditempuh dalam 7 jam.  Selain live on board yang kenyamanannya sangat tergantung cuaca, perjalanan ke Kwantisore juga bisa ditempuh dari Biak dan terbang ke Nabire memakai pesawat perintis seperti Susi Air. Dari Nabire perjalanan bisa dilanjutkan ke Taman Nasional Teluk Cendrawasih menggunakan speed boat.

Bagi wisatawan yang tidak bisa menyelam tidak perlu khawatir karena anda tetap akan menemukan kegembiraan snorkeling bersama whale shark berhubung ikan ini selalu menyembul ke permukaan. (LILIE CHOW, anggota Corona Diving Club Jakarta sejak Tahun 1987).  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com