Rabu (12/8/2015) malam kami 16 penyelam yang berasal dari Jakarta yaitu Surjatun Widjaja, Lilie, Greg, Anita, Kusnadi, Denny H Chandra, Indra, Neliana, Hadi, Yadi Sasmita, Jonathan, Paulus, bergabung bersama Teresia Dewi dari Bogor, Johan dari Padang, Luther dari Manado dan Hendra dari Palembang, sudah berkumpul di Bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan penerbangan ke Manokwari memakai Garuda. Penerbangan ini akan memakan waktu 5 jam dengan sekali transit di Makassar, Sulawesi Selatan.
Tiba di Manokwari kami dijemput oleh awak kapal Pearl of Papua (POP) dan langsung diantarkan ke kapal. Pimpinan POP Kapten Beda Jehadul, asli orang Komodo menyambut kami dengan ramah. Rencananya hari itu kami hanya melakukan check dive dan penyelaman di sekitar Manokwari sambil menunggu keluarnya izin perjalanan kapal. Sungguh menyenangkan menghirup kembali aroma laut.
Penyelaman pertama dilakukan di Mansinam tidak jauh dari tempat berlabuhnya kapal. Mansinam adalah tempat kedatangan misionaris pertama ke tanah Papua. Hal ini ditandai dengan berdirinya monumen salib besar dan sebuah gereja.
Wreck yang terdapat disana adalah sebuah kapal kargo yang tidak terlalu besar. Seluruh badan kapal sudah ditumbuhi karang dan koral lunak. Di dalam badan kapal ditemukan beberapa ekor Stone Fish, Cyprea sp, nudibranch dan lain-lain.
Pemandangan indah koral lunak berpadu dengan ikan warna-warni yang berenang dengan gemulainya. Sore hari kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan Anggrem, Manokwari, menuju Tanjung Ayami, lokasi penyelaman berikutnya, di tengah perjalanan menuju tujuan akhir yaitu Bagan Kwantisore, Nabire.
Pelayaran ke Tanjung Ayami memakan waktu 17 jam pada kondisi laut bergelombang dan berangin. Apalagi kapal juga sempat mengalami kerusakan mesin. Selain menyelam di 2 dive spot Tanjung Ayami, kami juga menyelam di Busurua.
Whale shark atau Rhincodon typus, di Indonesia dikenal dengan sebutan Hiu Paus atau Cucut Geger Lintang, dan oleh nelayan di Teluk Cendrawasih dikenal dengan nama Gurano Bintang karena punggungnya penuh dengan motif bintang. Hiu paus adalah jenis hiu terbesar. Panjangnya bisa mencapai 14 meter dan dapat mencapai usia lebih dari 100 tahun.
Pada umumnya jenis betina lebih besar dari jantan. Betinanya bertelur (ovoviviparous) namun dipelihara di dalam perutnya. Ketika dilahirkan, panjang bayi berkisar 60-70 cm dan jumlah bayinya bisa mencapai ratusan ekor. Makanannya adalah plankton, kril dan ikan teri.
Walaupun mempunyai banyak gigi kecil namun tidak difungsikan karena cara makannya dengan membuka mulut lebar-lebar dan menyaringnya. Ikan ini menyaring sampai 6.000 liter air dalam satu jam . Mereka dapat menyelam sampai kedalaman 1.200 meter dan hidup secara berkelompok di habitat tertentu sampai 200-400 ekor. Bergerak secara perlahan dengan kecepatan kira-kira 5 kilometer per jam.
Menurut cerita penjaga bagan, whale shark kecil baru muncul kalau tidak banyak orang. Konon belum lama berselang ada 2 ekor whale shark mengantarkan seekor whale shark besar ke pantai dan whale shark besar ini akhirnya mati di pantai dan kedua ekor pengantarnya kemudian kembali ke laut.
Ketika kedatangan kami, whale shark yang muncul ada 3 ekor. Kalau lagi banyak katanya bisa sampai 7 ekor. Awalnya beberapa penyelam agak takut dan menjaga jarak dengan ikan ini. Tetapi setelah merasakan jinaknya perlahan-lahan penyelam mulai berani mendekat dan berfoto ria.
Pada penyelaman kedua ketika sudah merasakan persahabatan dengan ikan ini, kami kemudian membawa bendera Merah Putih kedalam laut karena bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Kami sudah beberapa kali merayakan 17 Agustusan di laut, termasuk ketika pemecahan Guiness World Records pada tahun 2009 di Manado yang diikuti 2.486 penyelam. Kami melakukan 3 kali penyelaman di bagan Kwantisore dan bermain sepuas-puasnya dengan whale shark yang jinak ini.
Pada saat perjalanan menuju Biak, tempat di mana kami akan terbang kembali ke Jakarta, kami sempat melakukan penyelaman di Miosindi dan Miosrundi. Cave Cathy and Marthien di Miosrundi sangat indah. Goanya berupa lubang di mana ketika penyelam masuk ke dalam, ujung ke luarnya berupa tiga buah goa pada kedalaman berbeda.
Warna birunya laut dalam bingkai bundarnya tiga goa bersusun sungguh merupakan komposisi yang cantik untuk bidikan kamera penyelam.
Bagi wisatawan yang tidak bisa menyelam tidak perlu khawatir karena anda tetap akan menemukan kegembiraan snorkeling bersama whale shark berhubung ikan ini selalu menyembul ke permukaan. (LILIE CHOW, anggota Corona Diving Club Jakarta sejak Tahun 1987).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.