Zaini (38), pemilik kuda dari Bener Meriah, siang itu bersantap bersama dengan 25 keluarga dan tetangganya yang sengaja dia bawa serta menonton pacu kuda. Mereka lahap menyantap nasi yang masih mengepulkan asap, dipuncaki sayur nangka dan ikan asin itu.
”Makan begini saja sudah enak sekali, apalagi kalau kuda kami menang,” kata Zaini yang lima kudanya menjuarai pacuan.
Pacu kuda tradisional Gayo bukan untuk berburu hadiah, tetapi lebih pada marwah atau kehormatan. Sebab, biaya mengurus kuda jauh lebih besar daripada hadiah yang diperebutkan. Dalam sebulan, biaya makan dan vitamin seekor kuda tak kurang dari Rp 3 juta. Adapun hadiah untuk juara pertama Rp 6 juta, hanya cukup untuk dua bulan makan kuda.
”Bagi saya, kuda itu penghilang penat dan stres. Pikiran plong saat melihat kuda lincah dan sehat. Saya tidak pernah sakit serius setelah serius hobi merawat kuda. Rasa gembira saat kuda menang itu juga menyehatkan. Asal kalau kuda kalah jangan terlalu dipikir. Siapa tahu besok lagi, menang,” kata Pak Ecek yang setiap pagi selalu berjalan bersama kudanya keliling kampung selama sejam sampai satu setengah jam.