Antusiasme warga dalam lomba pacu kuda menarik perhatian Pemerintah Belanda yang kemudian menggelar pacuan kuda di Belang Kolak, Takengon, pada 1912. Acara ini dilakukan berbarengan dengan hari ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina. Belanda memberi pakan kuda, piagam, dan sejumlah uang sebagai hadiah. Tradisi ini kemudian berkembang hingga sekarang. Pacu kuda dilakukan setiap memperingati hari kemerdekaan RI pada 17 Agustus atau ulang tahun Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Jika dulu hanya menggunakan kuda lokal Gayo, kini banyak kuda Australia atau peranakan Australia-Gayo (Astaga).
Tujuh hari
Acara ini digelar selama tujuh hari berturut-turut dan gratis. Semua warga dari tiga kabupaten tersebut tumpah ruah di dalam arena seluas 10 hektar di Belang Bebangka, Aceh Tengah. Jumlah penonton di awal-awal pertandingan hanya 3.000 orang. Namun, pada dua hari terakhir, yakni babak semifinal dan final, jumlah penonton meningkat hingga tiga kali lipat.