Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Gengsi dengan "Ngedan" dan "Nyeni"

Kompas.com - 05/10/2015, 19:33 WIB
Penonton bersorak melihat Mbah Mujar Sabar dan Suroso berlarian dengan jaran kepang mereka. Tiap kali Mujar Sabar dan Suroso saling songsong dan mengadu pedang, penonton tempik-sorak kian riuh. Lalu tibalah saatnya Mbah Mujar kesurupan, jaran kepangnya meliar. Penonton girang, sementara pedang di tangan Mujar tak lagi menari, tapi menebas-nebas dan memburu leher Suroso.

Jaran kepang Suroso berlari menjauh seperti ketakutan, sementara penonton girang. Belasan lelaki dewasa naik panggung, memiting Mbah Mujar Sabar yang 75 tahun itu, merebut pedang berkaratnya. Lima menitan kemudian, setelah Sudiman dan Naryo berduel tombak, giliran Naryo kesurupan. Penonton kian riuh bersorak melihat Naryo galak menyeret-nyeret belasan lelaki yang meringkusnya.

Adu gengsi

Jangan salah, ritual tarian sakral ”Jaran Papat” bukan format suguhan Festival Lima Gunung. Setelah Mbah Mujar Sabar dan Naryo dengan dramatis diturunpanggungkan belasan pemuda kekar, barulah ”inti” Festival Lima Gunung XIV dimulai. Orang- orang gunung yang sehari-harinya petani, pedagang sayur, guru, pamong desa, tukang rumput, bocah sekolah, juga pemuka agama tiba-tiba ngedan dan nyeni demi merayakan festival.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com