Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Gengsi dengan "Ngedan" dan "Nyeni"

Kompas.com - 05/10/2015, 19:33 WIB
Muda-mudi Dusun Mantran membuka festival dengan tarian ”Topeng Ireng”, yang trengginas mengibas- ibaskan bulu-bulu ayam di mahkota serupa mahkota suku Indian itu. Para penari bertopeng gesit dan cepat mengentakkan kaki dan tubuh, membunyikan klinthingan (lonceng kecil) yang memenuhi pelapis betis dan kostum mereka. Iringannya, paduan gamelan dengan senar drum, gitar listrik ”bercengkok” dangdut, dan nyanyian petuah.

Penonton terbahak-bahak oleh polah jenaka para penarinya yang megal-megol, kostum penuh bulu yang meliuk-liuk lucu. Supadi, ketua panitia Festival Lima Gunung XIV yang juga warga Dusun Mantra, semringah melihat kekompakan anak-anak muda Mantran bergoyang.

”Kalau tarian ’Jaran Papat’, itu tradisi sakral. Kalau tarian ’Topeng Ireng’, ya kreasi baru, oplosan bermacam-macam, khusus untuk Festival Lima Gunung,” kata Supadi tertawa.

Dari tahun ke tahun, Festival Lima Gunung memang jadi ajang adu gengsi dari dusun-dusun di kaki lima gunung. Sepanjang 15-17 Agustus 2015 lalu, sedikitnya sepuluh dusun di kaki-kaki Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Menoreh saling mengadu suguhan tari dan tetabuhan. Bukan cuma mengadu gengsi di antara sesama ”dusun nggunung”, mereka juga ingin unjuk gigi mengimbangi penampilan 20 lebih pertunjukan seniman profesional yang turut memeriahkan Festival Lima Gunung XIV.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com