Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Itu Melukai Pariwisata Bali

Kompas.com - 07/10/2015, 16:29 WIB
SEJAK Agustus lalu, dua institusi negara, Kepolisian Sektor Kuta dan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Bali, menjadi bulan-bulanan wisatawan asal Australia dan Tiongkok yang datang berlibur. Tudingan pemerasan oknum anggota kedua institusi tersebut seakan melukai pariwisata dan lembaga hukum di Tanah Air.

Agustus lalu beredar di media Australia mengenai keluhan 16 turis asal ”Negeri Kanguru” yang mengaku diperas 25.000 dollar AS atau sekitar Rp 356 juta. Peristiwa itu terjadi setelah belasan turis ditangkap anggota Polsek Kuta karena menggelar pesta tanpa busana di Seminyak, Bali, Februari lalu.

Sebanyak 12 anggota Polsek Kuta bersama Kepala Polsek Kuta Komisaris Ida Bagus Dedy Januartha pun diperiksa Propam Polda Bali. Bahkan, mereka sempat mendapat hukuman dari Wakil Kepala Polda Bali Brigjen (Pol) I Nyoman Suryastra dengan berjemur berjam-jam di bawah terik matahari di halaman Polda Bali. Wakil Kepala Polda Bali gerah dan geregetan dengan pemberitaan tersebut.

Bagaimana tidak, bagaikan memutar cerita lalu yang hampir serupa menimpa polisi Bali. Bulan April 2013, seorang oknum polisi menilang turis asal Belanda di Kerobokan karena tak memakai helm. Namun, bukan surat tilang yang diberikan kepada sang turis. Polisi itu justru memeras Rp 200.000 dan mendapatkan beberapa botol minuman rendah alkohol.

Hal senada dialami Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, juga pada April 2013. Oknum imigrasi meminta paksa telepon genggam bermerek milik turis asal Amerika Serikat.

Belum lama ini, dalam waktu hampir bersamaan dengan hangatnya pembicaraan turis Australia yang diperas anggota Polsek Kuta, dua oknum imigrasi Ngurah Rai, H dan W, masuk bui Kepolisian Resor Kota Denpasar. Keduanya mengakui melakukan pemerasan 200 yuan atau sekitar Rp 500.000 terhadap Zhang Tao, turis asal Tiongkok. Hingga Selasa (22/9/2015), polisi masih mencari tahu apa motif dan berapa kali keduanya pernah memeras turis di terminal kedatangan internasional Bandara Ngurah Rai.

Tak hanya dugaan pemerasan 200 yuan, oknum imigrasi juga diduga merampas uang 2.200 dollar AS atau sekitar Rp 31 juta dari tas selempang Zhang. Perampasan itu dilakukan di tempat parkir lantai 1 terminal kedatangan internasional. Selain itu, aksi pemerasan terekam kamera CCTV yang mengarah ke meja pemeriksaan dokumen kedatangan penumpang asing di terminal kedatangan internasional Bandara Ngurah Rai.

Namun, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai Yohanes HA Renung Widodo tetap ngotot bahwa petugasnya difitnah. ”Saya akan tuntut turis Tiongkok itu. Dia yang suap,” kata Widodo dengan nada
tinggi.

Meski berkeyakinan tidak salah, Widodo belum bisa membuktikan dengan jelas mengapa oknumnya tetap menerima uang yuan tersebut. Bahkan, oknum tertangkap kamera menggiring Zhang dengan paksa saat menunggu teman-temannya. Menurut Widodo, Zhang pura-pura menjadi turis untuk melakukan kriminal siber di Bali seperti beberapa kasus warga Tiongkok sebelumnya yang ditangkap imigrasi.

Disayangkan

Pengamat sosial dari Universitas Udayana, Ras Amanda, menyayangkan munculnya berita-berita pemerasan oleh oknum imigrasi dan polisi. Menurut dia, imigrasi Ngurah Rai merupakan meja pertama yang ditemui penumpang asal negara lain ke Pulau Bali. Kasus ini, lanjut Amanda, bisa membuat khawatir mereka, calon penumpang warga negara asing. Apalagi, ini terkait pariwisata.

Ia menambahkan, Bali begitu sensitif terhadap apa pun peristiwa miring, dari rabies, kriminalitas, hingga kematian wisatawan. Dengan adanya kasus dugaan pemerasan, apalagi oknum-oknum tersebut mengakui, ujar Amanda, industri pariwisata dikhawatirkan menjadi urutan pertama yang terdampak.

Karena itu, kepastian hukum diharapkan mampu memperbaiki citra. Bukan hanya untuk pariwisata, melainkan juga kedua institusi negara. Bagaimanapun, kepercayaan masyarakat tetap penting karena kedua institusi ini semestinya menjadi penegak hukum yang baik.

Ketua Asita Bali Ketut Ardana mengatakan, pihaknya belum khawatir terhadap ancaman krisis global. Ia justru mengkhawatirkan kasus-kasus pemerasan ini. Alasannya, beberapa agen menanyakan apakah pemerasan tersebut benar karena calon wisatawan sempat menanyakan hal serupa. Ini juga diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata Bali Anak Agung Gede Yuniartha Putra.

Selanjutnya, Kepala Polda Bali Irjen Sugeng Priyanto berjanji semua kasus dugaan pemerasan segera selesai. ”Kami akan selesaikan semuanya segera. Kami memahami betul, pariwisata menjadi nadi Pulau Bali. Kasus ini semoga tidak memengaruhi pariwisata Bali,” kata Kapolda Bali.

Tak berselang beberapa hari sejak Kapolda Bali resmi berkantor di Denpasar, ia mencopot Kepala Polsek Kuta Januartha. Selanjutnya, Januartha dipindahkan menjadi staf biasa di Biro Operasional Polda Bali.

Sementara Widodo belum memberikan sanksi apa pun terhadap atasan dua oknum imigrasi. Ia menjelaskan masih memeriksa dua atasan dua oknum yang dianggap lalai mengawasi.

Terlepas saling mengklaim dan membela para oknum tak bersalah dari institusi masing-masing, masyarakat tetap menunggu hukum berbicara. ”Kami mengharapkan hukum bisa dijalankan, apakah benar pemerasan itu ada. Jika ada, kami berharap imigrasi dan polisi bisa berbenah diri. Kenyamanan dan keamanan merupakan garansi untuk industri pariwisata,” ujar Ardana. (Ayu Sulistyowati)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Oktober 2015, di halaman 27 dengan judul "Aksi Itu Melukai Pariwisata Bali".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com