Selain kerajinan batik, blangkon, wayang kulit, perak, dan beberapa kerajinan lain yang telah menjadi ciri khas Yogyakarta, terdapat beberapa kerajinan lain, dan satu diantaranya adalah kerajinan patung primitif.
Meskipun patung primitif bukanlah kerajinan asli Yogyakarta, melainkan lebih dikenal sebagai kerajinan Suku Asmat dan beberap suku lainya, tetapi di Yogyakarta terdapat sentra kerajinan patung primitif yang berada di Dusun Pucung, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Bantul.
Purnomo (43), satu di antara warga Dusun Pucung yang menjadi perajin patung primitif mengatakan, sejak awal tahun 1990-an dusunnya memang telah terkenal menjadi produsen patung primitif.
"Awalnya ada seorang pengusaha mebel terkenal, yakni Pak Ambar Polah yang memberikan contoh patung primitif ke warga dan mendorong masyarakat untuk memproduksinya," cerita Purwanto.
Karena produksi patung yang memiliki warna khas hitam tersebut mendapat respons yang baik dari pasar, akhirnya semakin banyak warga dusun Pucung yang menjadi perajin patung primitif.
Jika dulu patung primitif hanya sebagai hiasan, saat ini patung diaplikasikan sebagai tempat tisu, tempat handphone, tempat pulpen, tempat kartu nama, hingga asbak. Meski demikian pesanan patung berukuran besar masih tetap ada.
Untuk bahan baku pembuatan patung, kayu jati dan mahoni menjadi pilihannya. Kedua kayu tersebut cukup keras sehingga tidak mudah pecah maupun rusak saat dibuat patung.
Kayu jati dan mahoni harus melalui beberapa tahapan untuk menjadi sebuah patung yang unik. Untuk patung berukuran kecil, bahan baku kayu dijadikan lembaran papan, kemudian digambari pola. Setelah itu pola tersebut dipotong menjadi bagian-bagian patung yang kemudian akan dirangkai menjadi sebuah patung.
Untuk memperoleh kesan kayu yang hitam legam yang menjadi cirikhas patung primitif maka patung yang sudah dirangkai sedemikian rupa dibakar hingga mencapai warna yang dikehendaki.
Proses terakhir adalah patung kemudian dicelupkan kedalam cairan lem lalu diampelas sampai halus, dan kemudian diclear agar terlihat mengkilap dan warnanya tahan lama. Sebagian besar patung produksi warga Pucung ini diekspor ke luar negeri.
"Saat ini negara-negara di Eropa Timur, Timur Tengah, dan Australia adalah pelanggan kami yang masih aktif memesan produk kami," ujar Purnomo.
Untuk harga jual, satu buah patung primitif di jual mulai dari harga Rp 10.000 (patung dengan tinggi 10 cm), sedang yang paling mahal seharga Rp 500.000. "Untuk harga kami sesuaikan dengan ukuran patung dan tingkat kerumitannya," kata Purnomo.
Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, tidak ada salahnya singgah ke Dusun Pucung untuk membeli buah tangan berupa kerajinan yang berbeda dan unik. Untuk mencapainya anda bisa melewati jalan Bantul. Di kilometer 7 terdapat SPBU Pucung, di selatan SPBU tersebut anda akan melihat papan nama Dusun Pucung. (Hamim Thohari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.