Lalu apa yang pertama kami lakukan saat pertama kali menginjak anjungan kayu di Bukit Pianemo? Tentu saja foto-foto!
Sayangnya, sinar matahari yang bersinar di latar belakang, menjadi backlight yang membuat wajah tidak terlihat saat difoto. Tak ada rotan akar pun jadi. Tanpa harus terlihat wajah, foto siluet pun jadi.
Selain itu, sayang juga jika kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk menikmati keindahan ini dari viewfinder kamera atau layar handphone. Membiarkan mata menikmati lanskap Raja Ampat secara lepas, tentu ini jadi pilihan terbaik.
Setelah sekitar 1,5 jam menikmati keindahan Raja Ampat dari Bukit Pianemo, kami pun beranjak turun. Di dermaga, alangkah menyenangkan untuk menikmati kelapa muda sambil menunggu kapal speedboat siap berangkat.
Jika ingin membeli cenderamata, tidak ada salahnya membeli bongkahan batu yang dijajakan di dermaga. Beragam jenis batu ditawarkan untuk diolah menjadi akik, dari Siklop dan Sentani, hingga batu khas Raja Ampat. Tiga bongkah batu bisa dibeli seharga Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Entah apakah harga ini terbilang murah atau mahal, mengingat pengetahuan kami yang terbatas tentang batu.