Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersepeda di Kaki Langit Himalaya - 3

Kompas.com - 31/10/2015, 10:03 WIB
Wartawan Warta Kota, Max Agung Pribadi melakukan penjelajahan bersepeda seorang diri ke kawasan Pegunungan Himalaya di India pada 28 September-17 Oktober 2015.

Berikut seri ke-3 laporannya yang disajikan dalam 10 tulisan.

*****

TAK lama kemudian, sebuah dataran luas yang hijau dikepung gunung batu kecoklatan dengan puncak-puncak bersalju di kejauhan seperti muncul begitu saja di bawah.

Bentuknya terlihat oval. Lembah Kashmir! Benar-benar dataran hijau yang diapit Gunung Kashmir Utara, Pir Panjal, dan The Great Himalayan Range.

Saat pesawat mulai menurunkan ketinggian, terlihatlah kehijauan lembah itu berasal dari pepohonan liar yang tumbuh di dasar lembah dan ladang-ladang garapan penduduk.

Sebuah landasan besar terlihat di bawah. Kukira pesawat akan mendarat disitu, tapi ternyata masih terbang berputar dan menjauh dari landasan itu lalu baru turun ke landasan Bandara Srinagar.

Udara sejuk langsung menyapa begitu turun dari tangga pesawat dan berjalan menuju ruang tunggu kedatangan. Tentara bersenjata lengkap tampak berjaga di sejumlah sudut ruangan.

Kuambil bagasi dan berjalan menuju konter pelaporan orang asing yang dibuka imigrasi. Seorang petugas yang ramah memintaku mengisi formulir yang isinya mengenai identitas dan penginapan selama di Srinagar.

MAX AGUNG PRIBADI Merakit sepeda di dalam Bandara Srinagar, India dan ditonton warga dan polisi yang lalu lalang.
Setelah itu si petugas yang melihatku membawa kardus besar berisi sepeda menawarkan tempat di samping konternya untuk merakit sepeda. Ah, kebetulan sekali.

Konter itu terletak di dalam ruang tunggu bandara yang cukup lega. Daripada merakit sepeda di luar bandara yang dipenuhi orang lalu lalang dan calo angkutan, tawaran ini terasa menyenangkan.

Langsung kubongkar kardus lalu merakit sepeda dan menempatkan semua perlengkapan di pannier dan handlebarbag.

Selama aku merakit, tentara yang berjaga dan penumpang yang lalu lalang ikut menonton. Beberapa bahkan minta berfoto bersama dan paling banyak bertanya soal harga sepeda dan negara asalku.

Tengah hari selesai merakit sepeda dan menempatkan seluruh barang bawaan yang berbobot 25 kg ke atasnya. Langsung saja kutinggalkan bandara menuju pusat kota melalui jalan yang menurun landai.

Di pinggir jalan aku sempat membeli lima butir apel seharga 60 rupee (1 rupee setara dengan Rp 221). Di dalam kompleks bandara, tentara membangun beberapa barikade dan pos jaga di sekitarnya.

MAX AGUNG PRIBADI Turun dari pesawat, sepeda langsung dirakit dan siap keluar dari Bandara Srinagar, di India.
Seorang polisi sempat menghentikanku dan bertanya-tanya. Ujung-ujungnya dia minta koin atau pulpen dari Indonesia. Kuberi saja pulpen bertuliskan paramex.

Berburu spiritus

Keluar dari kompleks bandara, jalan langsung menurun landai ke arah pusat kota. Siang itu Srinagar sibuk seperti biasanya. Jalanan bising oleh klakson kendaraan.

Segera kukenali kebiasaan berlalu lintas warga kota ini, sama seperti di kota-kota lain di India, tergesa dan maunya serba duluan. Kalau bisa jangan sampai menginjak rem. Orang sini doyan sekali membunyikan klakson, selama mungkin agar semua yang ada di depan menyingkir.

Sempat muncul keinginan untuk langsung mengarah ke luar kota. Namun niat itu kuurungkan karena aku harus mencari spiritus untuk bahan bakar kompor trangia.

Bukan hal mudah mencari spiritus di  Srinagar. Sejumlah pengelana mancanegara mengatakan, tidak ada yang menjual spiritus karena bahan mudah terbakar itu sangat dibatasi peredarannya terkait aksi teror yang sempat sering terjadi di Srinagar.

Ada benarnya juga itu, tapi aku masih berusaha mencarinya dengan bertanya di sejumlah toko bangunan dan toko kimia yang kulewati. Hasilnya nihil. Umumnya toko menjual minyak tanah untuk kompor pompa mirip kompor penjual gorengan di Jakarta.

MAX AGUNG PRIBADI Di Srinagar dan umumnya kota-kota di India, bak belakang truk selalu ditulisi seperti ini.
Setelah beberapa kali bertanya, seorang pemilik toko kimia memberiku alamat toko kimia yang ada di sebuah pasar tradisional. Namanya Shah Chemical dan beralamat di Neem Dastageer-Sahib, Aastan. Nah lho, di mana itu tempat?

Beberapa kali bertanya, beberapa kali pula nyasar. Aku sudah hampir menyerah dan hendak mencari penginapan saja.

Namun sekali lagi kubertanya dan mengikuti petunjuk orang yang terlihat meyakinkan.

Aku masuk ke sebuah pasar dan menyusuri lorong-lorongnya yang padat dan semrawut sambil menuntun sepeda yang penuh barang, disaksikan ratusan pasang mata yang menatapku dengan aneh. Akhirnya kutemukan juga toko itu di sebuah lorong.

Pemiliknya seorang Kashmiri yang mengenakan baju gamis biru berkopiah putih, dengan jenggot panjang berwarna kelabu dan bola mata coklat yang sorotnya tajam penuh selidik.

Tak ada senyuman dan ia tetap sibuk mengisi drum-drum besar berisi air aki saat kukatakan hendak membeli spiritus. Ia berpaling dan menatapku lama sambil bertanya untuk apa spiritus tersebut.

Setelah tahu spiritus akan digunakan untuk bahan bakar kompor berkemah ia beranjak ke dalam tokonya. Dituangnya spiritus ke dalam botol ukuran satu liter lalu diberikannya padaku sambil menatap tajam dan berkata berulang-ulang, ”Hanya untuk bahan bakar kompor!”

MAX AGUNG PRIBADI Di pinggiran danau kecil di Srinagar, India. Houseboat yang disewakan untuk penginapan menjadi salah satu mata pencarian penduduk Srinagar.
Uniknya, membeli spiritus di toko itu aturannya hanya boleh satu atau lima liter. Entah apa alasannya. Seliter spiritus harganya 70 rupee. Karena aku butuhnya dua liter, kubujuk dia agar memberikan sesuai kebutuhanku. Dia berkeras tidak mau memberi.

Ketika botol yang sudah terisi penuh disodorkan, nekat  kusodorkan saja satu botol kosong lagi. Mukanya tampak tak senang tapi ia terima botol kosong itu dan diisinya juga. Ah, lega sekali rasanya.

Setidaknya persoalan bahan bakar kompor itu terpecahkan dan aku tidak perlu khawatir soal logistik di sepanjang jalan.

Tadinya kupikir kalau memang tidak bisa mendapatkan spiritus di Srinagar maka aku akan bertahan dengan perbekalan yang tidak perlu dimasak sampai ke Leh.

Di Leh lebih mudah mendapatkan spiritus karena memang kota itu basis kegiatan pendakian gunung, jadi pasti lebih mudah mendapatkan bahan bakar untuk aneka macam kompor berkemah, termasuk spiritus untuk Trangia.

Tapi hal itu jelas bukan pilihan yang baik karena ini Himalaya bung! Mungkin kekhawatiran soal bahan bakar itulah yang mendorongku gigih dalam pencarian. (Bersambung...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com