Akhirnya dengan berat hati kuputuskan untuk langsung bergerak menuju Manali. Karena aku tak punya cukup waktu cadangan jika ada halangan di jalan, entah berupa longsor atau penutupan jalan, maka kubatalkan rencana ke Khardung La (5.359m) dan Danau Pangong, danau air asin tertinggi di dunia yang terhampar di ketinggian 4.250 meter.
Sekalipun agak menyesal di kemudian hari, aku menilai inilah keputusan terbaik saat itu sesuai situasi di lapangan.
Di Leh aku sempat mengisi perbekalan tambahan sebelum berangkat keesokan harinya, menghadapi puncak-puncak tinggi dan bergerak di ketinggian rata-rata di atas 4.200 meter. Sebuah pengalaman tak akan pernah terlupakan.
Selepas padang pasir Trishul yang digunakan satu batalyon tentara untuk latihan terjun payung, aku berjumpa dengan tiga orang pesepeda yang sudah 15 hari bersepeda dari New Delhi dan hendak menuju Srinagar.
Ketiganya adalah pilot Air India yang sedang cuti sebulan karena perusahaannya gonjang ganjing. Mereka dan juga pengelana bermotor atau pesepeda asing yang kutemui sepanjang jalan selalu terkejut dan mengungkapkan apresiasinya saat mengetahui aku dari Indonesia.
Dari delapan puncak, pendakian paling mengesankan adalah saat menuju Taglang La (5.350 meter), Baralacha La (4.900 meter), dan Rohtang La (3.950 meter). Dalam bahasa Tibet, La artinya puncak atau pass.