Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarian Cungka Tetap Lestari di Buton

Kompas.com - 07/11/2015, 10:25 WIB
Kontributor Baubau, Defriatno Neke

Penulis

GERAKANNYA gemulai mengikuti irama pukulan gendang dan gong yang dimainkan beberapa orang.

Kedua tangannya yang telah keriput memegang selendang bercorak batik cokelat sambil bergerak meliuk-liuk dari atas ke bawah mengikuti alunan alat musik tradisional.

Walaupun sudah lanjut usia, seorang tokoh adat Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, dengan lincah menarikan Tari Cungka yang sering digunakan dalam perkawinan adat Buton Suku Cia-cia.

Menurut Budayawan dan juga tokoh adat Buton Cia-cia, H La Maki, Tarian Cungka merupakan tarian pertama yang ada dalam Suku Cia-cia di Buton.

KOMPAS.COM/DEFRIATNO NEKE Tokoh adat Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara sedang menari Cungka dalam perkawinan adat.
Hingga saat ini, tarian ini masih sering digunakan dalam perkawinan adat.

“Tarian ini kita masih lestarikan sampai saat ini. Ini bukan sembarangan tarian. Tarian ini telah ada sejak sebelum datang agama di Wabula. Tarian ini punya makna tersendiri,” kata La Maki, Kamis (5/11/2015).  

Tarian cungka dibawa oleh manusia yang pertama kali menginjakkan kakinya di tanah Desa Wabula yang saat itu belum datang agama, baik Hindu maupun Islam.

La Maki menjelaskan bila sebelumnya dinyanyikan lagu Waironi, tanpa diiringi tarian dan gendang. Kemudian tarian Cungka oleh laki-laki, lalu tarian cungka oleh kaum perempuan, tarian ngibi dan ditutup tarian dari kedua mempelai.

Kalau dalam perkawinan adat, setelah lagu baru  diiringi tarian Cungka laki-laki. Tarian tersebut diiringi dengan alat musik tradisional seperti gong besar, gong kecil dan gendang.

KOMPAS.COM/DEFRIATNO NEKE Tarian Cungka khusus perempuan yang ditarikan dalam perkawinan adat Buton di Desa Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
“Ini yang menari parabela (ketua adat) dan tokoh adat lainnya. Tarian ini bermakna proses terjadinya manusia dari perjalanan roh manusia yang menjadi segumpal air,” tuturnya.

Setelah laki-laki, tarian cungka ini ditarikan oleh para perempuan atau istri dari parabela dan tokoh adat lainnya.

Tarian Cungka yang dibawakan oleh para perempuan ini bermaknakan perjalanan manusia dalam kandungan yakni dari air menjadi segumpal darah.

Selanjutnya tarian Ngibi yang berpasang-pasangan dengan menggunakan selendang ini bermaknakan kegembiraan dari segumpal darah menjadi daging dan tulang.

Tarian tersebut kemudian ditutup oleh tarian dari kedua mempelai pengantin bersama keluarga.

KOMPAS.COM/DEFRIATNO NEKE Tokoh adat Desa Wabula, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, menari Cungka dalam acara perkawinan adat.
“Kedua pengantin ini menari mempunyai arti proses  yang menjadi insan manusia secara utuh. Ini mempunyai makna yang sangat tinggi dan  harus ditarikan oleh pengantin tidak boleh diwakili. Ini kita masih lestarikan ini budaya asli adat Wabula,” ucap La Maki.

Hingga saat ini, tambah La Maki, tarian Cungka masih terus terjaga budaya aslinya dan masih sering digunakan di setiap perkawinan adat Buton Suku Cia-cia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com