Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Gengsi ala Anak-anak di Rinjani...

Kompas.com - 09/11/2015, 10:24 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

AKU berjalan bersama seorang porter menuju Pergasingan, salah satu bukit yang bisa dijadikan alternatif wisata di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), mengingat Gunung Rinjani ditutup untuk pendakian sejak 28 Oktober 2015 kemarin.

Pintu masuknya dari Desa Sembalun Lawang, Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Sabtu (7/11/2015) siang, lima anak menyusul kami dari belakang. Satu di antaranya bernama Lion, kelas 1 SMP, berjalan menggendong tas dan panci di kepalanya, pengganti topi.

"Kalau akhir pekan biasanya ramai di puncak itu, pada pasang tenda," kata sang porter sambil menggendong barangku.

Iya, ramai memang, tapi tak pernah terbayang olehku keramaian ini dipenuhi anak-anak. Seorang rekan Lion membawa tas tenda hijau, ukuran tiga orang. Tenda ini akan ditiduri kelima bocah SMP ini.

Tak lama, dari jauh tampak tiga anak lainnya sedang naik dari jalur berbeda. Kali ini lebih "nyentrik", hanya membawa satu terpal jingga.

Satu anak bahkan tak mengenakan baju. Di Puncak, lima anak tadi tiba lebih dulu, memasang tendanya, dan membuat api sekaligus tempat meletakan panci.

"Makan apa dek?" tanyaku.

"Indomie, cuma ini kami bisa masak," jawab seorang dari mereka.

Namanya Noval, kelas 1 SMP juga. Saat gelap turun, tiga anak lainnya tadi tiba. Berbekal dua alat penerang, mereka masuk ke dalam kelebat pepohonan Cemara. Tak lama kembali membawa beberapa kayu. Empat diantaranya ditancap asal jadi, dilekatkan terpal jingga tadi, jadilah tenda.

Aku setengah percaya dengan anak-anak ini, sedang aku mendaki dengan perlengkapan cukup rumit seperti sepatu gunung, matras, tenda, hingga kantung tidur. Bahkan membawa porter.

Dalam rombongan kami sendiri ada dua anak yang ikut, Asrad kelas 3 SD dan Aldi kelas 4 SD. Asrad adalah anak pemilik rumah singgah yang kutempati di Sembalun, sedang Aldi adalah anak sang porter.

Aku sempat bertanya pada pemilik rumah singgah sehari sebelum mendaki, "mengapa Asrad mau ikut naik?"

Menurut ayah Asrad, Armasih anaknya ini sudah lama ingin ikut pendakian ke Pergasingan. Alasannya, teman-temannya di sekolah sudah pernah mendaki, jadi Asrad sering diledek karena belum pernah mendaki gunung.

"Dia sering di-bully karena belum pernah naik," terang Armasih yang juga ketua Local Working Group di Rinjani.

Penampilan Asrad tak kalah nyentrik. Tas sekolah biru berisi baju, sendal jepit, dan satu plastik di tangannya, berisi permen. Begitu juga Aldi, menggunakan sendal jepit. "Kalau Aldi sudah dua kali naik ke sini," terang ayahnya yang juga porterku.

Sementara rombongan anak-anak SMP di ujung puncak 1 itu sudah dua kali mendaki. Mereka tak didampingi siapa pun.

Minggu (8/11/2015) pagi, anak-anak sudah membongkar tenda. Pagi-pagi benar mereka turun. Asrad dan Aldi tidak ikut, mereka mengikuti jadwal kami, turun siang. Keduanya bermain, berlarian kesana kemari, bahkan bermain game.

Tak sedikitpun keindahan Puncak Pergasingan menarik perhatian mereka. Bagi Asrad dan Aldi, mendaki gunung adalah soal "pernah dan tidak-pernah", bukan soal "apa yang ada di sana". Terbukti saat perjalanan turun, Aldi gesit sekali meninggalkan rombongan.

Ayahnya tak khawatir. Aldi turun menggunakan jalur berbeda, dikejar oleh Asrad. Kucoba mengikuti keduanya, rutenya sulit sekali, terjal bak tangga tak beraturan. Pak porter sudah mengajak menggunakan rute saat naik tadi, tapi aku sudah setengah jalan, maka kulanjutkan.

"Habis dari sini mau naik apa lagi dek?" tanyaku ke Asrad.

"Ndak tau, tergantung bapak," balasnya.

Aku ingat Pak Armasih pernah cerita, temannya Asrad yang sama-sama kelas 3 SD bahkan ada yang sudah pernah mendaki Rinjani dan jadi bahan omongan sekelas.

Saat di tempat lain anak-anak saling menyombongkan pengalaman mewah atau belanja di mal, anak-anak kaki Gunung Rinjani beradu gengsi seperti ini.

Semakin banyak pengalaman mendaki, semakin bergengsi di sekolah. Lalu aku bertanya pada ayah Aldi, "Bagaimana keadaan porter di sini sekarang pak?"

"Wah sudah regenerasi, sekarang porter sudah banyak yang muda-muda," balasnya.

Adu gengsi seperti ini sepertinya berhasil meregenerasi dan menjaga kualitas porter Rinjani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com