Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Hulu Bening Ciliwung

Kompas.com - 09/12/2015, 13:29 WIB

”Dari kecil, saya main di Ciliwung. Ternyata di hulu, Ciliwung bagus sekali. Coba kalau Ciliwung di tempat kami juga indah begini, bisa dijadikan tempat wisata. Airnya bisa dipakai untuk minum. Kalau sekarang, di musim kemarau air sungai kering, kalau hujan bikin banjir,” ungkap Chintia.

Selain melihat perbedaan kebun dan hutan, peserta juga diajak mengamati simulasi terjadinya hutan, bersikap kritis tentang asal-usul barang yang dikonsumsi, mengamati air, satwa, dan menanam pohon. Di Pos 3, misalnya, peserta diajak mengamati serangga dan burung yang ditemukan, seperti kadal, kodok, belalang, kepik, dan kumbang.

”Di sekitar sini ditemukan tidak kurang 120 jenis burung, seperti elang jawa, elang hitam, elang ular bido, elang brontok, paok pancawarna, bubut besar, burung hantu, kangkareng, burung kacamata, dan puyuh gonggong. Sementara satwa endemiknya, antara lain owa jawa, surili, macan tutul, kancil, dan trenggiling,” kata Novi Hardianto, pemandu Pos 3.

Aman bagi difabel

Keseruan mengakrabi alam tidak terkecuali tampak di kelompok 1 yang terdiri atas para penyandang tunarungu. Salah satunya, Michelle (25) yang merasa sangat terkesan karena bisa bertualang di alam bebas.

”Medannya cukup sulit, harus lewat bebatuan. Saya sempat jatuh tadi karena kurang memperhatikan jalan. Ini pengalaman pertama saya yang rasanya bikin ketagihan,” kata Michelle lewat bahasa isyarat.

Di Pos 4, Michelle dan kawan-kawan mengamati air yang mengalir di sebuah sungai kecil. Mereka mengumpulkan serangga atau hewan apa saja yang hidup di air, di antaranya beberapa jenis serangga air yang ternyata menjadi indikator bahwa air tersebut bersih. Air yang tercemar menyebabkan serangga jenis tertentu tidak bisa hidup di dalamnya.

Peserta lainnya, Lukman (21) yang juga tunarungu mengungkapkan, cukup terkejut karena semula menyangka perjalanan kali ini semacam piknik biasa. Ternyata kegiatannya berupa trekking yang terkadang melewati medan terasa cukup sulit, terutama untuk tubuhnya yang berbobot 80 kilogram.

”Yang jelas, setelah ini, saya akan mengajak keluarga terdekat untuk ikut menjaga alam lewat hal sederhana, seperti buang sampah pada tempatnya,” kata Lukman. (Sri Rejeki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com