Tak sekadar membantu pemasaran kopi arabika Kintamani, Agus turut membina petani dalam proses penjemuran dan pengolahannya.
”Sebelumnya, pengolahan cenderung asal-asalan seperti ketika mengolah kopi robusta, jatuhnya di harga Rp 22.000 per kg sudah siap konsumsi. Setelah dilatih, petani mulai paham. Kalau diolah, keuntungan berlipat, bisa jadi Rp 40.000 per kg. Kita beli mentah begini sudah di Rp 23.000 per kg,” kata Agus.
Ketika ditemui beberapa waktu lalu, Agus sedang sibuk mengarahkan proses penjemuran kopi yang baru saja dipanen. Biji kopi harus dipanen setelah buah memerah karena matang.
Biji tidak boleh diinapkan dan harus langsung diproses dengan penjemuran panas matahari. Karena kadar airnya yang lebih tinggi dan lebih asam dibandingkan kopi jenis robusta, arabika Kintamani cenderung pecah-pecah jika diolah secara tradisional.
Setelah dijemur selama tiga jam, biji kopi utuh dengan kulit ari yang masih menempel ini lantas dikirim ke Bandung. Bali menjadi salah satu penopang utama pasokan kopi gayo karena kualitas dan rasanya yang setara dan telah teruji lolos ke pasar ekspor penggemar kopi Aceh.
Selain dari Bali, panenan kopi arabika untuk Gayo juga dipasok dalam jumlah besar dari Jember dan Bondowoso, Jawa Timur. (Mawar Kusuma)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.