Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dicium Pengikut Prabu Siliwangi hingga “Ditodong” Penjaga Mata Air di Cibulan

Kompas.com - 22/12/2015, 10:05 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KUNINGAN, KOMPAS.com – Bagi pelancong yang lelah berkeliling di Kota Cirebon yang panas, berbelok sedikit ke Kabupaten Kuningan yang sejuk bisa sangat menyenangkan.

Selain jaraknya yang tak jauh dari Cirebon, di Kuningan terdapat banyak tempat wisata baik alam maupun sejarah. Salah satunya adalah obyek wisata pemandian Cibulan, yang berjarak kurang lebih satu jam dari Kota Cirebon.

Begitu tiba di pemandian Cibulan, mata kita langsung disejukkan dengan jajaran pohon besar  yang meneduhi lahan parkir. Untuk masuk ke dalam tempat wisata seluas lima hektar ini, pengunjung hanya membayar tiket Rp 15.000 saja.

Di dalam, terdapat dua buah kolam berbentuk persegi panjang berisi air pegunungan yang bening dan sejuk. Dalam kolam kita bisa melihat puluhan ikan kancra bodas (Labeobarbus dournesis) berenang-renang kian  kemari.

Ikan-ikan ini cukup jinak. Pengunjung bisa memberi makan dan berenang bersama ikan-ikan itu. Jika penasaran pengunjung bahkan bisa merasakan sensasi dicium ikan-ikan ini, tentunya dengan bantuan seorang pawang.

Namun, bagi masyarakat  setempat, ikan-ikan ini bukanlah ikan biasa. Warga biasa menyebut hewan air itu sebagai ikan dewa dan diyakini sebagai jelmaan dari para pengikut Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.

“Dulunya tempat ini diyakini sebagai petilasan atau tempat bertapa Prabu Siliwangi. Sebagai raja, saat berada di petilasan beliau juga didampingi para pengiringnya,” ujar sejarawan Cirebon, Mustaqim Asteja.

Begitu lekatnya keyakinan ini di masyarakat sekitar Cibulan, sehingga mereka memperlakukan ikan-ikan itu layaknya manusia.

“Saat ada ikan yang mati, warga membungkus ikan mati itu dengan kain kafan sebelum dikuburkan,” tambah Mustaqim.

Keterangan Mustaqim itu dibenarkan Badra, seorang pemandu wisata lokal. Menurut dia, banyak hal menarik di tempat wisata yang diresmikan Belanda pada 1935 itu.

“Hal menarik lainnya adalah ikan-ikan ini tak pernah bertambah banyak atau berkurang. Jumlahnya tetap selama bertahun-tahun,” kata Badra.

Badra mengakui, memang belum ada “sensus” untuk menghitung jumlah ikan-ikan tersebut. Namun secara kasat mata, jumlahnya tak berubah.

Tujuh mata air

Ervan Hardoko/Kompas.com Di Cibulan terdapat tujuh mata air yang diyakini warga setempat memiliki berbagai khasiat mulai dari memperlancar rezeki hingga memuluskan karier.

Selain kolam berisi ikan dewa ini, di pemandian Cibulan terdapat tujuh mata air yang diyakini memiliki khasiat masing-masing. Ketujuh sumur mata air itu bernama sumur Kejayaan, Keselamatan, Pengabulan, Kemulyaan, Cisadane, Cirencana dan Kemudahan.

“Semua dipercaya ada khasiatnya. Pengunjung bisa cuci muka, minum dan membawa air ini. Tapi semua akhirnya terserah kepada Tuhan,” kata Badra.

Ketujuh sumur itu terletak hanya sepelemparan batu dari kolam-kolam ikan dewa. Untuk masuk ke dalam wilayah tujuh mata air itu, pengunjung diminta memasukkan uang sekadarnya ke dalam kotak yang sudah disediakan.

Di dalam, Badra menunjukkan jalan ke arah ketujuh sumur tersebut. Ternyata dari pintu masuk jaraknya tak jauh dan ketujuh mata air itu terletak sangat berdekatan.

Penasaran, saya kemudian mencoba salah satu mata air yaitu Sumur Kejayaan. Badra menyuruh saya untuk membasuh wajah sebanyak tiga kali sambil mendoakan sebuah permohonan.

Mengikuti anjuran Badra, saya membasuh wajah sebanyak tiga kali. Setelah membasuh wajah, saya kemudian meninggalkan Sumur Kejayaan. Namun, saat saya melangkah terdengar suara memanggil.

“Pak sumbangannya, sukarela,” kata seorang pemuda yang duduk di depan mata air menjaga sebuah kotak amal.

Merasa sungkan, akhirnya saya memasukkan uang ke dalam kotak tersebut.Kemudian saya baru sadar bahwa di setiap mata air ada seorang penjaga lengkap dengan kotak amalnya.

Tak hanya itu, seorang pria yang bukan pemandu kami, tiba-tiba menyorongkan sebuah jeriken berukuran lima liter berisi air dari ketujuh mata air tersebut.

“Pak, ini air dari tujuh sumur. Hanya Rp 15.000,” ujar pria itu dan saya pun menolak tawarannya sehalus mungkin.

Masih di dekat ketujuh sumur itu, terdapat tempat yang diyakini sebagai petilasan atau tempat bertapa Prabu Siliwangi.

Tempat itu juga ramai dikunjungi warga yang menyampaikan permohonannya lewat seorang juru kunci. Tentu saja, jasa sang juru kunci tidak gratis. Pengunjung harus menyisipkan uang sukarela untuk setiap doa yang dipanjatkan.

Tidak nyaman      

Ervan Hardoko/Kompas.com Tempat ini diyakini merupakan lokasi bertapa Prabu Siliwangi. Kini banyak orang memanjatkan doa-doa permohonan mereka di petilasan ini.
     

Suasana sejuk dan asri di pemandian Cibulan, tercemari dengan aksi “penodongan” yang dilakukan para pemuda penjaga mata air.

“Menang jadi tidak nyaman. Pengunjung seakan dipaksa untuk membayar lebih. Padahal di pintu masuk sudah membayar tiket,” kata Mustaqim.

Mustaqim menambahkan, pengunjung sudah memasukkan uang sukarela saat masuk ke dalam wilayah tujuh mata air. Lalu di setiap mata air masih harus membayar uang sukarela, maka pengunjung cukup dalam merogoh koceknya.

“Bayangkan kalau di setiap mata air pengunjung membayar Rp 5.000 berarti sudah Rp 35.000. Belum kotak amal di depan dan tiket masuk,” tambah Mustaqim.

Pemerintah Kabupaten Kuningan, lanjut Mustaqim, seharusnya cepat tanggap dan menangani masalah ini. Apalagi, kata Mustaqim, potensi wisata Kabupaten Kuningan diprediksi akan meningkat pesat setelah beroperasinya jalan Tol Cipali.

“Pemerintah Kuningan harus segera menangani obyek-obyek wisatanya dengan tepat. Sebab, tak lama kawasan ini akan menjadi salah satu tujuan berlibur warga ibu kota,” Mustaqim menegaskan.

Setelah menikmati pemandian Cibulan dan tujuh mata air berkhasiatnya itu, kami pun bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Namun, saat kami beringsut todongan terakhir menghampiri saya.

“Pak, (uang) sukarelanya untuk pemandunya,” kata seorang pria.

Dan, saya untuk kesekian kalinya harus merogoh kocek dan memberikan selembar uang berwarna ungu untuk Badra, sang pemandu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com