Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2016, 18:44 WIB
"BAK-buk!" Bunyi durian jatuh mengiringi langkah ketika kaki mendaki perbukitan menuju rumah urang Kanekes atau dikenal sebagai orang Baduy. Gedebuk durian jatuh itu lalu diikuti suara gemerisik gesekan durian dengan ranting dan dedaunan.

Berada di permukiman Baduy, Desa Kanekes, Banten, pada puncak musim durian seperti kali ini ibarat mimpi yang jadi nyata bagi pencinta durian.

Hutan lebat di kaki Pegunungan Kendeng menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi suku Baduy dengan sumber limpahan hasil hutan, seperti durian, duku, petai, dan padi tadah hujan. Aneka tumbuhan itu tumbuh subur dengan aliran jernih hulu Sungai Ciujung.

Persentuhan dengan durian sudah dimulai sejak memasuki terminal Ciboleger. Anak-anak kecil hingga pemuda dan orang tua sibuk memikul durian yang dipasok ke gudang-gudang di terminal.

Terminal Ciboleger menjadi pintu masuk bagi wisatawan yang banyak berkunjung dan menginap di rumah-rumah warga Baduy. Beragam jenis kendaraan pribadi diparkir di terminal yang juga melayani trayek angkutan umum ini.

Selepas dari Terminal Ciboleger, pengunjung harus berjalan kaki 4-5 jam sampai Baduy dalam. Sebagian memilih memanfaatkan jasa pemandu lokal yang akan menunjukkan jalan sekaligus membawakan barang bawaan.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN Pegunungan Kendeng, rumah orang Baduy di Banten.
Kehadiran pemandu yang kebanyakan adalah warga Baduy luar ini sangat membantu karena medan terjal hingga kemiringan lebih dari 45 derajat yang harus dilalui.

Limpahan buah durian semakin meruah begitu kaki memasuki Kampung Babakan Jaro yang merupakan permukiman masyarakat Baduy terluar.

Di Kanekes, terdapat 52 kampung, 49 kampung di antaranya dihuni warga Baduy luar dan 3 kampung (Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo) menjadi rumah bagi warga Baduy dalam.

Pohon tua

Jarak antarkampung yang cukup jauh dipisahkan ladang pertanian tadah hujan dan lebatnya pepohonan hutan. Pohon-pohon durian berukuran raksasa dengan mudah bisa dijumpai di sepanjang jalur pejalan kaki.

Pemandu kami, Endang (40), menunjukkan pohon durian tua yang batangnya tak muat dipeluk oleh lengan dua orang dewasa. Pohon tersebut masih tegak berdiri, tetapi sudah dilirik pembeli kayu dengan harga sangat murah, sekitar Rp 2 juta.

Jika pepohonan durian bersinggungan dengan jalur pejalan kaki, pemiliknya akan berusaha ”mengamankan” dengan mengikat setiap buah dengan tali.

Biasanya proses pengikatan buah itu memakan waktu seharian per pohon. Durian yang diikat adalah buah yang kulitnya mulai mengeras. Buah-buah yang sudah matang dan terlepas dari tangkainya tampak bergelantungan terikat tali di dahan-dahan pohon.

Keluarga Endang memiliki 200 pohon durian yang sebagian besar di antaranya sudah tua. Pohon durian tersebut tumbuh liar di hutan tanpa ada yang menanam dan tak perlu dipelihara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com