Dua penghargaan direbut rival utama, yakni Malaysia, dan satu sisanya diambil Singapura. Ibarat pertandingan, skor Indonesia-Malaysia 3-2 di asosiasi pariwisata yang mengangkat tema "One Community for Sustainability" di kawasan itu.
Ketiga kategori yang berhasil diboyong ke Tanah Air itu yakni Kategori Best ASEAN Tourism Photo, Agung Parameswara, dengan karya fotografi berjudul "Morning In Bromo, Indonesia".
Foto bidikan anak Bali ini mengambil obyek pemandangan Bromo, salah satu dari 10 destinasi prioritas nasional. Foto dengan bingkai pariwisata yang amat mengesankan.
Kategori lainnya adalah Best ASEAN Cultural Preservation Effort, yang diraih Saung Angklung Mang Udjo, Bandung, tokoh yang amat peduli dengan musik tradisional Sunda, Jawa Barat. Hadiah itu diterima oleh Taufik Hidayat, Manajer Saung Mang Ujo.
Menpar Arief Yahya yang duduk di atas panggung panjang bersama semua menteri itu ikut berdiri dan mendampingi para penerima piala. Begitu pun Wakil Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Malaysia Datuk Mas Ermieyati binti Syamsudin dan Singapura yang turut di atas panggung dengan latar belakang layar lebar multimedia. "Kemenangan itu direncanakan!" ucap Arief Yahya.
"Awarding di level regional dan global itu harus kita rebut. Istilahnya kalibrasi, yakni kalau kita mengikuti kriteria yang berstandar internasional, yang sudah teruji dan terbukti di destinasi kelas dunia, itu sudah pasti baik. Otomatis, obyek wisata kita juga available dengan wisman yang sudah berpengalaman internasional juga," katanya.
Selain itu, lanjut Menpar Arief, penghargaan juga membuat Indonesia semakin percaya diri bahwa kualitas layanan dan atraksi yang dimiliki tidak kalah dari negara lain. Melihat potensi pariwisata Indonesia, memang tidak boleh merasa rendah diri.
Menurut Arief, Indonesia harus menjadi pemimpin di regional ASEAN dan menuju ke global. Penghargaan dari ASEANTA dan UNWTO itu adalah bukti bahwa jika serius, tidak ada yang tidak bisa. Mengejar penghargaan, dengan segala kriteria itu, secara otomatis akan mendekatkan diri pada standar dunia.
"Ada 14 pilar yang kita pakai sebagai acuan, yang juga dijadikan alat ukur competitiveness index oleh World Economic Forum (WEF). Jadi, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Membangun destinasi dengan standar dunia, membuat obyek wisata semakin bagus, bisa dikompetisikan di tingkat dunia dan berpotensi menang," jelas Arief.
Oleh karena itu, Menpar memproyeksikan untuk menyapu bersih ASEANTA Award tahun depan. Sekaligus menemukan destinasi baru yang akan diformat menjadi calon-calon jawara. "Sekaligus ajang kompetisi yang fair. Kita punya banyak potensi kok," sambungnya.
Pengamat ekonomi yang juga founder MarkPlus, Hermawan Kertajaya, memperkuat asumsi Menpar Arief Yahya itu.
"Kalau brand equity kuat, maka ada beberapa benefit. Indonesia akan makin masuk consideration set para turis yang mau milih destinasi, terutama bagi yang belum punya awareness tinggi terhadap Indonesia," ujar Hermawan.
Lalu, lanjut Hermawan, country brand association Indonesia akan menjadi makin tajam sesuai dengan kategori awards yang diperoleh. "Ini sangat penting untuk masuk dalam segmen yang pas dengan kategori yang bersangkutan," katanya.
Di sinilah pentingnya memperkuat dan mempertajam branding Wonderful Indonesia di semua lini, termasuk memenangi persaingan di awarding.
Panitia ASEANTA juga memberi semacam "piagam penghargaan" dengan label "special recognition" kepada Sabah Malaysia dalam acara tersebut. (*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.