Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaidi, Palang Pintu Seni Tradisi Bangka

Kompas.com - 17/02/2016, 08:11 WIB
ZAIDI (55) lincah memainkan dambus, gitar tradisional Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Pria itu juga tangkas memukul kendang dan fasih melafalkan mantra-mantra sembur liur, salah satu sastra lisan di daerah itu.

Ayah tiga anak itu kini menjadi satu-satunya orang di Bangka yang hafal hampir 500 bait mantra sembur liur. Seniman-seniman lain yang menguasai mantra sebanyak itu sudah meninggal.

”Saya sudah bertahun-tahun mencoba mengajarkan mantra-mantra ini kepada orang yang lebih muda. Sampai sekarang belum berhasil. Paling banyak hanya hafal tidak sampai 30 bait,” ujar Zaidi saat ditemui di rumahnya di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, awal Februari lalu.

Tidak mudah mencari orang yang sanggup menghafal ratusan bait mantra. Apalagi, banyak kata yang tidak dikenal dalam percakapan sehari-hari masa kini.

”Tidak semua kata-kata saya mengerti. Saya hanya paham mantra ini gunanya apa. Penggunaannya juga tidak selalu berurutan. Kadang spontan terucap saat sedang berhadapan dengan pemantra lain,” tutur pria kelahiran Koba, Bangka Tengah, yang besar di Kota Pangkal Pinang itu.

Karena sudah tidak ada pemantra lain dengan hafalan sebanyak dia, kini sudah lama Zaidi tidak beradu kefasihan. Biasanya, dua pemantra berhadapan dan saling berbalas mantra.

”Mirip seperti orang berbalas pantun. Ada gendang yang mengiringi. Kalau tidak ada lawan tanding, rasanya sulit mengucapkan mantra-mantranya. Seperti tidak bisa keluar dari kepala. Kalau ada lawan tanding, mudah saja terucap,” tuturnya.

Pada masa lalu, sembur liur memang identik dengan kegiatan mistik. Namun, bukan itu yang mendorong Zaidi melestarikan sastra lisan tersebut.

”Ini salah satu kekayaan budaya tak benda dari Bangka. Tidak bisa dinilai dengan apa pun jika sampai hilang,” ujarnya.

Karena itu, ia terus berusaha mencari orang-orang lebih muda yang mau mempelajari sastra lisan tersebut. Pencarian antara lain dilakukan di kalangan seniman, modern, dan tradisional di Bangka.

Sebagai pembina Yayasan Pemusik, Penyanyi, dan Pencipta Lagu (YP3L) yang menaungi 70 seniman, Zaidi bisa terus berinteraksi dengan penggiat seni budaya di Bangka.

”Kalau terus mencari, mudah-mudahan nanti ada yang bisa menghafal mantra lebih banyak. Kekayaan budaya tak benda Bangka semakin banyak yang hilang. Saya tidak mau jadi orang terakhir yang bisa sembur liur, harus ada orang lain,” tuturnya.

Saat ini memang bisa disebut ia pertahanan terakhir sembur liur. Fakta yang menjadi salah satu penyemangat Zaidi mencari seniman baru yang bisa hafal ratusan mantra sembur liur.

Dambus

Zaidi ingin sembur liur bernasib baik seperti dambus. Beberapa tahun lalu amat sulit menemukan grup dambus yang bisa tampil secara lengkap.

Sekarang sudah semakin banyak orang Bangka yang bisa bermain dambus dengan baik. Dari Belinyu, Kabupaten Bangka, sampai Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, kini ada grup-grup dambus yang rutin berlatih.

Rumah Zaidi di Pangkal Pinang juga dihiasi sejumlah kendang dan dambus. Alat musik di rumah berdinding kayu itu cukup untuk satu grup dambus. Keluarga seniman ini memang bisa bermain dambus. Anak-anak Zaidi, kakak-adik, serta orangtuanya bisa bermain dalam grup dambus.

”Anak saya sekarang fokus belajar perkusi. Kalau mau main dambus, dia biasa menabuh gendang,” ujarnya.

Zaidi tetap menjadi pemetik dambus. Sejak kecil memang dia sudah bermain dambus.

”Saya belajar kepada banyak guru. Memang sebagian hanya main-main, pengisi waktu pada masa kecil. Sebagian lagi benar-benar belajar, antara lain kepada orangtua saya,” tutur Zaidi seraya menunjukkan kepiawaian memetik dambus dengan ujung gitarnya diukir berbentuk kepala rusa.

Pelajaran dambus dari keluarga antara lain didapat saat pentas bersama. Pertunjukan yang dilakoninya berlangsung di sejumlah daerah. Bahkan, dambus menjadi salah satu sebab Zaidi bisa singgah ke sejumlah daerah di Indonesia.

Karena itu, dambus menjadi salah satu seni tradisional Bangka yang dicintainya. Salah satu bukti cintanya dengan membuat album dambus.

Album yang melibatkan beberapa seniman tradisional Bangka itu akan dibagikan kepada pelancong yang menikmati gerhana matahari total di Bangka Tengah pada 9 Maret 2016.

Bangka Tengah memang salah satu daerah yang menjadi pelintasan gerhana matahari dalam posisi tertutup sepenuhnya.

Selain membuat album, sudah bertahun-tahun Zaidi menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membina banyak pemain dambus. Memang, tak hanya pemain dambus yang disumbangnya.

Seniman-seniman lain di Bangka juga banyak menerima bantuannya. Hal itu tidak lepas dari posisinya sebagai pembina YP3L.

Yayasan itu antara lain mencarikan pentas untuk para seniman Bangka. Ada pula program mengikutsertakan seniman Bangka ke berbagai kompetisi seni.

”Ada kontribusi dari pemerintah daerah karena menilai YP3L termasuk serius membina seniman. Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah rutin membantu seniman tradisi, antara lain dengan memberi dambus, kendang, dan alat musik tradisional lain. Sedapat mungkin, alat- alat itu dipesan dari perajin-perajin di Bangka,” tuturnya.

Pola itu dipelajarinya dari sejumlah daerah. Ia menemukan seni tradisional bisa hidup dan menjadi salah satu atraksi wisata di daerah-daerah itu. Perekonomian bisa bergerak, seniman terus berkarya, dan perajin mendapat pekerjaan.

”Seniman tradisional semangat berkarya, jadi tidak ada kekhawatiran seni tradisi akan punah. Lingkungan seperti itu yang saya harapkan tumbuh di Bangka,” katanya.

Saat ini memang sudah semakin banyak sanggar dan kelompok seni tradisi di Bangka. Namun, iklim yang lebih mendukung sebagaimana berlangsung di daerah-daerah lain belum sepenuhnya terasa di Bangka.

”Kelompok seni belum dijadikan salah satu atraksi rutin dalam pariwisata,” ujarnya.

Putus sekolah

Jalan untuk memadukan seni tradisi dengan pariwisata di Bangka memang masih panjang. Namun, Zaidi yang telanjur cinta seni tradisional tidak mau menyerah. ”Saya sudah tidak mungkin mundur dari seni tradisional,” ujarnya.

Kecintaan Zaidi pada seni memang tidak main-main. Saat dikirim ke Yogyakarta untuk kuliah di IKIP awal tahun 1980-an, ia malah sibuk dalam berbagai kegiatan seni. Akhirnya, kuliah di Yogyakarta tidak selesai sampai ia kemudian kembali ke Bangka tahun 1987.

Kuliahnya diselesaikan bertahun- tahun kemudian di Universitas Terbuka. Sebagai PNS, Zaidi didorong untuk menyelesaikan pendidikan sarjana.

”Sekarang saya sedang berusaha menyelesaikan S-2. Sambil bekerja, berkesenian, saya kuliah,” tuturnya.

Salah satu pendorongnya untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana adalah mendiang Eko Maulana Ali. Mantan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu mendorong para PNS di daerah itu untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana.

”Mudah-mudahan bisa selesai,” ujar Zaidi. (Kris Razianto Mada)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com