Hentakan kecil bambu yang digerakkan oleh anggota penari laki-laki mengajak penari perempuan untuk bersiap-siap meloncat di celah-celah bambu tersebut.
Satu per satu penari perempuan yang berpakaian kain songke dan kebaya berjingkrak-jingkrak di celah-celah bambu yang terus digerakkan oleh penari laki-laki.
Kelincahan sangat diperlukan dalam tarian Sanggu Alu. Jika tidak lincah, maka kaki kanan dari penari perempuan akan terbentur dengan bambu yang digerakkan oleh penari laki-laki.
Irama kaki yang sama membuat keindahan dan keunikan tarian Sanggu Alu menjadi daya tarik pelajar di dekolah menengah tersebut.
Pada hari itu dirayakan ulang tahun pelindung SMPK Waemokel, Santo Arnoldus Jansen dan ulang tahun sekolah yang ke-38 serta merayakan Natal 2015 dan Tahun Baru bersama di lembaga tersebut.
Tepuk tangan meriah dari penonton, yang adalah pelajar SMPK Waemokel lainnya memberikan semangat kepada penari Sanggu Alu untuk terus menari-nari di celah-celah bambu.
Tarian Sanggu Alu yang diwariskan leluhur di Kabupaten Manggarai Timur terus dilestarikan di Sekolah Menengah Pertama Katolik Waemokel.
Kepala Sekolah SMPK Waemokel, Robertus Wahab kepada KompasTravel menjelaskan, tarian Sanggu Alu merupakan kekhasan di lembaga sekolah ini. Setiap kali ada perayaan di sekolah selalu dipentaskan tarian ini.
“Ini merupakan kreativitas pelajar di SMPK Waemokel dalam melestarikan tarian khas lokal yang diwariskan leluhur di Manggarai Timur,” kata Robertus.
Robertus menjelaskan, tarian Sanggu Alu selalu ditampilkan dalam berbagai acara budaya lokal serta peringatan-peringatan hari besar seperti Perayaan 17 Agustus, perayaan Hari Pendidikan, 2 Mei serta berbagai perayaan di lembaga gereja.
Seperti pada Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan oleh Keuskupan Ruteng di Paroki Santo Arnoldus dan Joseph Waelengga pada 2015 lalu dipentaskan tarian Sanggu Alu oleh pelajar SMPK Waemokel.
Selain Tarian Sanggu Alu, lanjut Robertus, ada juga tarian yang tak kalah menariknya, yakni tarian Lipa Songke. Tarian ini dibawakan oleh siswi.
Tarian ini diiringi lagu dan musik Manggarai. "Lipa" artinya kain selimut, sedangkan "Songke" adalah kain khas masyarakat Manggarai. Jadi tarian Lipa Songke adalah tarian menggunakan kain songke.
Liukan badan penari dengan iringan musik khas Manggarai Raya mampu memikat pelajar lainnya yang sedang menonton serta tidak beranjak dari kursi mereka. Mereka menyimak dan menikmati penampilan dari penari perempuan di sekolah tersebut.
Kain selendang, kebaya serta kain songke memberikan nilai tersendiri dalam tarian Lipa Songke. Langkah kaki dari penari perempuan seirama dengan alunan musik khas Manggarai Raya memberikan keunikan tersendiri dari tarian ini.
“Lembaga ini terus melestarikan dan mengembangkan tarian-tarian khas masyarakat Manggarai Raya. Salah satu cara untuk mencintai tarian lokal ini adalah pelajar dilatih dan dipentaskan di berbagai event budaya di wilayah Manggarai Timur,” jelas Robertus.
Yoseph memaparkan, tarian ini tarian ungkapan kegembiraan dari masyarakat pasca panen. Bahkan, tarian ini ditampilkan pada malam hari di bulan terang.
“Saya bangga dengan pelajar Sekolah Menengah Pertama Waemokel yang selalu menampilkan budaya lokal seperti tari-tarian khas masyarakat Manggarai Timur. Saya berharap pengembangan dan pelestarian tarian ini terus dipertahankan dan menjadi ciri khas di lembaga ini,” katanya.
Kekayaan tarian khas masyarakat Manggarai Timur serta berbagai ritual-ritual budaya memberikan nilai tersendiri bagi wisatawan asing dan domestik yang berwisata ke wilayah Manggarai Timur.
Keaslian budaya serta tariannya mampu memikat wisatawan Eropa yang sudah pernah mengunjungi Manggarai Timur, seperti tarian Vera yang pernah menghibur wisatawan Perancis, tarian Wai Doka dan Umbiro disuguhkan kepada wisatawan Belgia. Tarian Padoa dari masyarakat Sabu di Manggarai Timur juga dipentaskan kepada wisatawan asing beberapa tahun lalu.
Menangkap peluang itu, Pastor Paroki Santo Arnoldus dan Joseph, Romo Hieronimus Jelahu memprogramkan pementasan tarian khas masyarakat di wilayahnya pada hari Ulang Tahun paroki di tahun ini.
“Saya bersama dewan paroki serta masyarakat di wilayah paroki siap menyelenggarakan pementasan budaya dengan melibatkan sekolah-sekolah yang ada disekitar paroki ini. Saya berharap Waelengga sebagai pintu masuk wisatawan ke wilayah Manggarai Raya menjadi pusat atraksi-atraksi budaya kepada wisatawan mancanegara dan domestik,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.