Saat menyusuri hutan terlihat jejak burung maleo. Habitat maleo melengkapi keindahan bahari yang dimiliki Pulau Kasa.
Banyak onggokan tanah setinggi hampir 2 meter dengan diameter bagian atas sekitar 1,5 meter. Itulah tempat bertelur maleo.
Siang itu maleo sedikit terusik dengan kedatangan pengunjung yang berjumlah sekitar 500 orang ditambah dentuman suara musik. Maleo pun memilih pergi dari tempat biasanya.
Pengunjung bisa menjumpai maleo, tetapi dengan syarat harus bersabar hingga sore atau malam hari. Selain maleo, ada juga ratusan ekor kuskus yang sengaja dilepas pengelola untuk meramaikan keheningan di pulau tak berpenduduk itu.
”Pulau Kasa lengkap laut dan daratnya. Tempat wisata pulau-pulau kecil yang ada maleo mungkin hanya di Pulau Kasa,” ujar Hasyim, pengunjung.
Pengembangan
Pulau Kasa didandani menjadi destinasi wisata sejak tahun 2004 atau satu tahun setelah Seram Bagian Barat menjadi kabupaten sendiri, setelah lepas dari kabupaten induk, Maluku Tengah.
Namun, minimnya anggaran daerah menyebabkan pembangunan di Pulau Kasa belum maksimal. Saat ini baru dibangun satu pelabuhan, jalan setapak sejauh 800 meter, dua sumur air bersih, dan tiga vila yang masing-masing terdapat empat kamar.
Tahun 2016, Pemkab Seram Bagian Barat telah menganggarkan dana sekitar Rp 6 miliar, untuk membangun infrastruktur kepariwisataan di pulau itu, seperti menambah vila, jalan setapak, dan membangun satu hotel terapung. Pembangunan mulai dikerjakan paling lama pertengahan tahun ini.
Bupati Seram Bagian Barat Jacobus Puttileihalat mengatakan, salah satu tantangan pengembangan wisata di Pulau Kasa adalah akses transportasi. Belum ada angkutan reguler dari Pulau Ambon atau dari Pulau Seram menuju Pulau Kasa.
Wisatawan yang ingin berlibur ke Pulau Kasa harus menyiapkan uang Rp 2 juta untuk menyewa perahu cepat dari Ambon. Daya angkut perahu paling banyak 10 orang.