Selayaknya pendatang, mereka juga memperkenalkan segala jenis budaya, pengajaran, makanan, dan pengetahuan lain seiring dengan pembelajaran mereka sendiri dengan kebiasaan setempat. Termasuk rangkaian dalam setahun menurut penanggalan Imlek diperkenalkan kepada penduduk setempat.
Rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek ditutup dengan perayaan yang di tempat asalnya, Tiongkok, disebut dengan yuán xio jié, (dibaca: yuen siau cie), tidak akrab dan hampir tidak pernah dikenal di Indonesia, lebih tidak dikenal nama lainnya shàng yuán jié, (dibaca: shang yuen cie).
Untuk menyederhanakan sebutan, di kemudian hari kemudian disebut dengan Cap Go Meh, yang diambil dari dialek Hokkian, yang artinya ‘malam ke 15’ alias malam bulan purnama menurut penanggalan Imlek. Sederhana, gampang diingat dan mudah dipahami oleh semua orang.
Perayaan aslinya sendiri yang menggunakan makanan simbolis yuán xio, (dibaca: yuen siau) atau ronde, yang menyimbolkan keragaman (kesatuan) keluarga.
Pemaknaannya adalah dari bahan beras ketan yang lengket dan bentuk ronde yang bulat. Besar kemungkinan, makanan yang terbuat dari beras ketan ditumbuk kemudian dibulatkan sehingga kenyal rasanya masih terlihat aneh bagi penduduk lokal.
Untuk mengakrabkan dan memperlancar proses akulturasi, para pendatang ini berkreasi dengan makanan pokok yang sudah ada sejak dulu kala yaitu beras nasi.
Untuk menggenapkan dan memenuhi persyaratan menyambut bulan purnama dibuatlah lontong yang berbentuk bulat juga. Teknik membuat lontong ini dipercaya diadaptasi dari teknik pembuatan bakcang/kicang yang sudah ada ribuan tahun.
Sajian asli untuk perayaan yuán xio jié adalah bulatan ketan dalam kuah daging babi. Namun untuk menghormati penduduk setempat yang beragama Islam, digantilah dengan opor ayam dan uba rampe pelengkapnya yang disajikan bersama dengan lontong tadi.
Sampai saat ini, tidak ada satupun peneliti kuliner dan referensi yang bisa menjelaskan ‘opor ayam’ itu berasal dari mana, sejak kapan ada di Indonesia, siapa penemunya, siapa peramu awalnya, mulai kapan menyebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, tidak seorangpun yang tahu, hanya disebutkan ‘resep warisan leluhur’.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.