Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Persaudaraan" Lontong Cap Go Meh dan Ketupat Lebaran

Kompas.com - 22/02/2016, 22:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata
Rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek 2016 ini akan ditutup dengan Cap Go Meh, yang tahun ini jatuh pada hari Senin tanggal 22 Februari 2016. Kata Cap Go Meh sudah begitu akrab di telinga masyarakat Indonesia.

Di Indonesia dikenal juga kuliner yang bernama Lontong Cap Go Meh yang sudah jadi trade mark salah satu nama kuliner Nusantara. Apa sebenarnya Cap Go Meh? Kenapa disebut Cap Go Meh?

Lontong Cap Go Meh

Siapa tak kenal “Lontong Capgomeh”? Makanan ini sudah dikenal luas di mana-mana, mulai dari warung pinggir jalan sampai dengan resto bintang lima di exclusive resort place, bahkan sampai di tanah sabrang – Den Haag,  juga ada makanan ini.

Potongan lontong yang ‘berkubang’ di kuah opor yang machtig, irisan kecil sambel goreng ati ampela, sayur lodeh dan bertaburkan bubuk kedelai gurih, tidak akan dilupakan para penikmatnya.

Sama juga dengan “Ketupat Lebaran” yang merupakan sajian istimewa kala Lebaran. Potongan ketupat yang disajikan bersama ayam opor, sambel goreng ati ampela, dilengkapi seiris rendang sapi pedas, merupakan hidangan khas umat Islam di Indonesia kala merayakan Hari Raya Idul Fitri – setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadhan.

Jelas terlihat kesamaan dua sajian istimewa tersebut, yaitu pasokan karbohidrat yang diwakili lontong dan ketupat – yang notabene sama-sama berbahan beras hanya berbeda cara pembuatan dan pembungkusnya, opor ayam dan sambel goreng. Dengan variasi sayur lodeh, rendang sapi, bubuk kedelai, serundeng dan sebagainya hanyalah pelengkap.

Di masing-masing tempat asal perayaan Cap Go Meh di Tiongkok dan Idul Fitri di Arab, tidak dikenal makanan “Lontong Capgomeh” dan “Ketupat Lebaran”. Bahkan di Tiongkok tidak dikenal nama Cap Go Meh yang berasal dari shí wu yè, (dibaca: se wu ye) atau shí wu míng, (dibaca: se wu ming).

Dua-duanya berbunyi ‘cap go me’ dalam dialek Hokkian. Keduanya berarti malam kelimabelas, hanya berbeda dalam ekspresi? (míng) bentuk lain untuk ekspresi ‘malam’.

Cap Go Meh sendiri sebenarnya adalah penamaan yang salah kaprah yang mungkin sudah beratus tahun sehingga menjadi benar karena tradisi. Sementara di Arab, Idul Fitri tidak dirayakan semeriah di Indonesia dan yang jelas tidak dikenal ketupat lebaran.

Mana yang lebih dulu ‘ditemukan’ oleh para pengolah rasa di Nusantara sudah tidak jelas lagi. Tidak ada referensi satupun yang menyebutkan asal usul dua kuliner dahsyat ini. Kemungkinan besar lontong cap go meh hampir sama tuanya dengan imigran Tionghoa di Nusantara.

Tabrak sana, tabrak sini menggabungkan resep dari negeri asal dengan negeri yang baru, pemaknaan dan penyesuaian lidah, asimilasi dan akulturasi budaya berperan penting dalam keseharian para imigran dan penduduk setempat.

Komunikasi yang paling gampang adalah komunikasi dengan ‘universal language' yaitu bahasa makanan atau urusan mulut dan perut.

Perayaan Imlek sendiri mulai dikenal penduduk setempat, yang jelas merasa sebagai sesuatu yang benar-benar baru, aneh, dan menyenangkan. Adaptasi berjalan dengan cepat.

Selayaknya pendatang, mereka juga memperkenalkan segala jenis budaya, pengajaran, makanan, dan pengetahuan lain seiring dengan pembelajaran mereka sendiri dengan kebiasaan setempat. Termasuk rangkaian dalam setahun menurut penanggalan Imlek diperkenalkan kepada penduduk setempat.

Rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek ditutup dengan perayaan yang di tempat asalnya, Tiongkok, disebut dengan yuán xio jié, (dibaca: yuen siau cie), tidak akrab dan hampir tidak pernah dikenal di Indonesia, lebih tidak dikenal nama lainnya shàng yuán jié, (dibaca: shang yuen cie).

Untuk menyederhanakan sebutan, di kemudian hari kemudian disebut dengan Cap Go Meh, yang diambil dari dialek Hokkian, yang artinya ‘malam ke 15’ alias malam bulan purnama menurut penanggalan Imlek. Sederhana, gampang diingat dan mudah dipahami oleh semua orang.

Perayaan aslinya sendiri yang menggunakan makanan simbolis yuán xio, (dibaca: yuen siau) atau ronde, yang menyimbolkan keragaman (kesatuan) keluarga.

Pemaknaannya adalah dari bahan beras ketan yang lengket dan bentuk ronde yang bulat. Besar kemungkinan, makanan yang terbuat dari beras ketan ditumbuk kemudian dibulatkan sehingga kenyal rasanya masih terlihat aneh bagi penduduk lokal.

Untuk mengakrabkan dan memperlancar proses akulturasi, para pendatang ini berkreasi dengan makanan pokok yang sudah ada sejak dulu kala yaitu beras nasi.

Untuk menggenapkan dan memenuhi persyaratan menyambut bulan purnama dibuatlah lontong yang berbentuk bulat juga. Teknik membuat lontong ini dipercaya diadaptasi dari teknik pembuatan bakcang/kicang yang sudah ada ribuan tahun.

Sajian asli untuk perayaan yuán xio jié adalah bulatan ketan dalam kuah daging babi. Namun untuk menghormati penduduk setempat yang beragama Islam, digantilah dengan opor ayam dan uba rampe pelengkapnya yang disajikan bersama dengan lontong tadi.

Sampai saat ini, tidak ada satupun peneliti kuliner dan referensi yang bisa menjelaskan ‘opor ayam’ itu berasal dari mana, sejak kapan ada di Indonesia, siapa penemunya, siapa peramu awalnya, mulai kapan menyebar hampir di seluruh wilayah Nusantara, tidak seorangpun yang tahu, hanya disebutkan ‘resep warisan leluhur’.

Ketupat Lebaran

Bila tidak bisa dikatakan sama, maka ketupat lebaran dan lontong cap go meh bisa dikatakan bersaudara dekat. Tingkat kemiripannya luar biasa. Pasokan karbohidrat yang berbahan beras – ketupat dan lontong, opor ayam dan sambel goreng, tiga komponen utama sajian yang sama persis seperti ini bisa dilihat kasat mata. Hanya kombinasi lain-lain yang berbeda.

Konon, ketupat atau banyak yang menyebutnya kupat juga, diperkenalkan ke masyarakat Jawa oleh salah satu walisanga yang bernama Sunan Kalijaga – beberapa orang meyakininya berasal dari Tiongkok  dengan nama asli Gan Si Cang.

Sunan Kalijaga membudayakan Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Entah bagaimana asal-usulnya anyaman daun kelapa membentuk ketupat, namun dari banyak acuan, ketupat melambangkan banyak arti: berbagai macam kesalahan manusia yang dilambangkan dengan rumitnya anyaman ketupat. Berikutnya mencerminkan kesucian dan kebersihan hati serta mohon ampunan dari segala kesalahan yang disimbolkan dengan warna putih ketupat ketika dibelah dua.

Pemaknaan Idul Fitri dengan simbol-simbol yang diterjemahkan ke dalam sajian makanan istimewa dalam perayaan hari besar ini, yang menjadikannya cepat diterima dan menyebar luas.

Perayaan Idul Fitri dengan menyajikan ketupat lebaran yang berisi lengkap: ketupat, opor ayam, sambel goreng, terkadang dilengkapi dengan rendang sapi, serundeng, dan sebagainya, menjadikan sajian ini kuliner khas Indonesia yang tidak akan pernah dijumpai di tempat Islam berasal.

Kenikmatan lontong cap go meh, menjadikannya diterima secara luas dan ‘otomatis’ menjadi kuliner khas Nusantara yang disajikan kapan saja – bukan hanya di saat Cap Go Meh, sehingga namanya menjadi nama generik ‘lontong cap go meh’. Sampai-sampai mungkin tidak banyak orang tahu latar belakang atau asal-usul penamaan sajian nikmat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com