Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Kapal Wisata Minta Kejelasan Penerapan Perpres

Kompas.com - 24/02/2016, 18:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha kapal wisata atau yacht meminta kejelasan soal penerapan Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia yang dinilai belum siap.

Ketua Welcome Yacht Community Hellen Sarita de Lima saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/2/2016) mengatakan permasalahan utama dalam Perpres tersebut, yakni dihapusnya Cait atau "clearance approval Indonesia territory" diganti dengan surat persetujuan berlayar (SPB/Sailing Approval).

Penghapusan Cait dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya yang disusul dengan surat Menteri Luar Negeri No:77/PK/02//2016/63/01.

"Sampai saat ini konfirmasi tentang implementasi Perpres 105/2015 tidak pernah disampaikan kepada kami operator dan agen yacht, sementara penghapusan Cait dilaksanakan terlalu dini dan kami tidak diajak diskusi," katanya.

Sementara itu, menurut dia, prosedur standar operasi (SOP) untuk memperoleh SPB itu sendiri masih dalam tahap persiapan di 17 pelabuhan selain Batam.

Imbasnya, lanjut dia, saat ini banyak kapal wisata yang harus memperoleh perpanjangan Cait, akan tetapi tidak dapat dilakukan karena itu telah dihapus.

Selain penghapusan Cait, Hellen menyebutkan, perubahan lain yang tertera dalam Perpres 105/2015, yaitu penggantian "custom bond" dari Direktorat Jenderal Bea Cukai menjadi "vessel declaration" (penyertaan kapal).

Dalam Perpres tersebut juga dijelaskan tentang peraturan imigrasi tentang nama-nama negara yang mendapat fasilitas bebas visa kunjungan pelabuhan (visa on arrival) dan visa kunjungan saat kedatangan (VKSK).

Lebih jauh, Hellen menjelaskan terkait Tim Percepatan Pengembangan Wisata Bahari Kementerian Pariwisata belum berkoordinasi kepada operator dan agen kapal wisata dalam negeri.

"Akan tetapi memilih ke luar negeri untuk menyosialisasikan SOP yang masih disusun," katanya.

Dia juga mempertanyakan kriteria 18 pelabuhan masuk dan keluar yang tercantum dalam Perpres tersebut karena salah satunya adalah Pelabuhan Saumlaki yang belum terdapat Kantor Imigrasi, Bea dan Cukai dab Karantina.

Hellen juga menyoroti Permenhub Nomor 171 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pelayanan Kapal Wisata (Yacht) Asing di Perairan Indonesia.

Dia menuturkan dalam pasal 5 Permenhub tersebut kapal wisata (yacht) harus menggunakan sistem identifikasi otomatis (AIS), padahal bertentangan dengan peraturan Organisasi Maritim Internasional (IMO) yaitu kapal wisata yacht adalah non-class di bawah 300 Grt, sehingga AIS tidak diwajibkan.

"Pada prinsipnya, kami mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka arus kunjungan wisatawan mancanegara, akan tetapi penerapannya harus jelas sehingga tidak menimbulkan kebingungan," katanya.

Terkait Tim Kelompok Kerja Yacht, Hellen meminta agar tidak melibatkan operator tertentu, tetapi seluruh operator dan agen wajib dilibatkan.

Halaman:
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com