Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serunya Mendaki Gunung Papandayan...

Kompas.com - 01/03/2016, 15:42 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

ASAP kawah yang mengepul terlihat dari titik awal pendakian kami pagi itu. Langit membiru dan sinar matahari mulai melumuri kulit pendaki-pendaki.

Kami bersiap memulai pendakian dari titik awal pendakian yakni di Camp David. Camp David disebut juga Pos 1 oleh pendaki setelah dilakukan pengecekan kelengkapan administrasi oleh relawan-relawan dari sekitar Gunung Papandayan, di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Dari Pos Camp David, pendakian akan dimulai dengan medan dengan batuan belerang dan beku.

Sekitar lima menit melewati medan yang berbatu dan di kanan kiri pepohonan, pendaki akan langsung memasuki medan yang terbuka dan bisa melihat aktivitas kawah-kawah Gunung Papandayan.

(Baca: Unik, Ada Toilet di Atas Gunung Papandayan)

Menurut catatan sejarah aktivitas kegunungapian, Gunung Papandayan pernah meletus hebat pada 11-12 Agustus 1772 yang memakan korban jiwa lebih kurang sekitar 2.951 orang dan menghancurkan 40 buah perkampungan.

Kawah Gunung Papandayan yang bisa dilihat oleh pendaki adalah Kawah Mas, Kawah Baru, dan Kawah Nangklak.

KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Tebing menjulang tinggi di sisi kanan ketika mulai memasuki daerah kawah Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016).
Perjalanan menuju titik peristirahatan di Pos Puncak Kawah akan menempuh sekitar 30 menit di tengah medan yang tak terlindungi oleh pepohonan.

(Baca: Tak Hanya Manusia, Motor Pun Mendaki Gunung Papandayan)

Bau asap belerang dari kawah-kawah Gunung Papandayan mulai tercium. Disarankan memakai masker untuk melindungi pernapasan.

Di Pos Puncak Kawah, pendaki bisa beristirahat setelah menempuh medan pendakian yang cukup terjal dan panas akibat matahari.

Di sana, pendaki bisa membeli minuman seperti kopi, teh, maupun soda. Selain itu, pendaki juga bisa menikmati aneka gorengan dan juga mie instan.

Perjalanan menuju Pos Pondok Salada dari Pos Puncak Kawah kami harus melambung ke arah lembah. Di depan kami jalur terputus karena longsor.

Ada satu jalan setapak yang harus kami turuni dan harus menyeberangi sungai sebelum kembali ke jalur semula.

"Turun saja lewat sungai, daripada nyeberangi longsoran bahaya," kata seorang warga yang berjualan di Pos Puncak Kawah.

KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Suasana Pos pendakian Pondok Salada Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016).

Jalur setapak yang curam ditambah guyuran hujan yang turun rintik-rintik cukup menyulitkan langkah kaki kami. Setelah 10 menit menuruni jalan setapak, aliran sungai pun terlihat.

Di sini, langkah harus hati-hati karena bebatuan yang terkena air bisa membahayakan karena licin.

Pendakian untuk menuju celah bukit bernama Lawang Angin dan memasuki Pos Persimpangan Pondok Salada dan Gubber Hood ditempuh dengan jarak sekitar 300-400 meter dan berkontur landai.

Di Pos Persimpangan Pondok Salada dan Gubber Hood, kami memutuskan untuk menuju Pondok Salada terlebih dahulu.

Di mulut hutan sebelum menuju Pondok Salada, kami diminta mendaftarkan ulang nomor pendakian kami yang didapatkan ketika membayar tiket masuk kawasan konservasi Gunung Papandayan.

"Daftar ini kan supaya bisa kelacak apa pendaki sudah melewati pos dua ini. Kan bisa terhitung nanti jumlah pendakinya dari daftar registrasi ini," kata seorang penjaga Pos Persimpangan Pondok Salada dan Gubber Hood.

KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Kabut menyelimuti area Hutan Mati Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016).
Dari Pos Persimpangan Pondok Salada dan Gubber Hood menuju Pondok Salada, jarak yang ditempuh berkisar 100-150 meter dan jika berjalan kaki terus tanpa henti waktu yang dibutuhkan sekitar 15-25 menit.

Di Pos Pondok Salada, pendaki bisa menjadikan tempat berkemah karena lahan yang luas yang bisa menampung hingga ratusan tenda. Lokasinya dekat dengan lokasi Hutan Mati.

Selain itu, ada warung dan toilet yang menjadi daya tarik untuk berkemah di sana.

Kami melanjutkan pendakian untuk melihat spot Hutan Mati yang berjarak sekitar 15 menit dari Pos Pondok Salada. Hutan Mati adalah pohon-pohon di dekat kawah Gunung Papandayan yang mati dan gundul karena bahan lontaran batu dan lumpur.

Jalan yang dilalui cendurung landai dan melewati lahan bunga edelweiss (Anaphalis javanica). Di tengah perjalanan, pendaki juga akan bertemu pipa-pipa dari mata air yang pecah dan memuncratkan air.

KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Kawah Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat, Minggu (21/2/2016).
Hal yang perlu diperhatikan saat melewati Hutan Mati di tengah kabut adalah pemandangan tidak terlihat jelas dan rawan disorientasi. Cobalah untuk menunggu kabut hilang dan tetap bersama.

Tempat terakhir yang bisa dikunjungi di Gunung Papandayan adalah Padang Edelweis Tegal Alun. Dari Hutan Mati, pendaki harus melewati medan yang menanjak terjal sekitar 50-60 derajat sebelum tiba.

Jarak perjalanan dari Persimpangan Hutan Mati menuju punggung gunung menuju Tegal Alun berkisar 500 meter. Kami menemukan jalur tanah gembur dan menanjak hingga membuat keringat kami bercucuran.

Namun, keringat yang keluar tersebut dibayar lunas dengan pemandangan hamparan padang bunga edelweiss...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com