Tiga penunggang kuda berpakaian adat Suku Rongga, seperti topi Ngobe, selendang songke, kain songke, berbaju putih menyusuri jalan raya dari Kampung Lekolembo menuju ke Jembatan Waemokel.
Jembatan Waemokel sebagai pintu masuk wisatawan dan tamu lokal dari arah Timur menuju ke arah Barat dari Pulau Flores. Dan juga jembatan perbatasan antara Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai Timur.
Orang Manggarai sering menyebut “Waemokel Rahit awon dan Selat Sape Rahit Salen”. Artinya Waemokel batas Timur dan Selat Sape batas baratnya.
Antonius Ola (47), Antonius Jani (46), Yan Ngaji Jaja (55) adalah penunggang kuda di kampung tersebut. Ketiga penunggang kuda itu bergegas menuju jembatan Waemokel untuk menjemput tamu.
Aktivitas harian dari ketiga penunggang kuda ini adalah beternak dan bertani ladang. Selama ini ketiganya selalu menggembalakan sapi, kerbau dan kuda di Padang Mausui dengan menunggang kuda.
Selain itu, budaya Suku Rongga yang terus diwariskan adalah menjemput tamu, baik dari pihak lembaga gereja maupun pemerintah dengan berkuda. Dari dulu mereka sudah biasa menjemput tamu dengan berkuda.
Antonius Ola kepada KompasTravel, Kamis (25/2/2016), menjelaskan menjemput tamu dengan berkuda merupakan warisan leluhur Suku Rongga di Kampung Lekolembo.
Dulu, orangtua kami pernah menjemput Duta Besar Vatikan di Indonesia saat berkunjung ke Paroki Santo Arnoldus dan Joseph Waelengga, menjemput Uskup Ruteng, Mgr Wilhelmus Van Bekkum, SVD, Pater Armin Maiter, SVD, pastor Paroki Pertama Paroki Santo Arnoldus Waelengga. Lalu menjemput calon legislatif dari Partai Nasional Demokrat, Jhony Plate, serta sejumlah pejabat pemerintah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.