Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Danau Weekuri, Keajaiban yang Terabaikan

Kompas.com - 11/03/2016, 19:03 WIB
BATU karang raksasa berdiri kokoh mirip dermaga di tepi pantai. Di bawah batu karang tersebut, air laut bergemuruh, masuk dan keluar terowongan karang menuju Danau Weekuri di Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Mereka yang mandi dalam danau itu mampu mengapung dalam waktu cukup lama.

Ini adalah danau air asin. Kadar garamnya tergolong tinggi sehingga bisa mengapungkan para wisatawan yang mandi dalam danau itu. Airnya yang bening kebiruan membuat pengunjung begitu betah menikmati panoramanya.

Perjalanan menuju danau cukup rumit. Tak ada rambu-rambu penunjuk ke danau meski Danau Weekuri sudah dikenal masyarakat umum sejak tahun 2010.

Ruas jalan pun hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat. Jalan itu pun penuh semak belukar.

Dari Tambolaka semestinya hanya ditempuh 30 menit. Namun, karena sopir yang membawa kami ke danau itu harus mencari jalan aspal, kami pun harus memutar ke arah barat, dilanjutkan jalan tanah padat, terus belok ke arah timur dan masuk ke barat lagi. Perjalanan itu butuh waktu dua jam.

Tidak terurus

Setiap Sabtu, Minggu, dan hari libur, ratusan orang datang ke danau itu untuk mandi, memancing, bersantai, serta menikmati keindahan danau dan panorama alam sekitarnya. Selain hari-hari itu, Weekuri jarang dikunjungi, kecuali tamu dari luar yang ingin menikmati pesona danau.

Rerimbunan pohon mengelilingi bibir danau membuat suasana sangat sejuk. Di bibir danau dibangun sebuah rumah kecil dari kayu bulat.

Tempat itu disiapkan pedagang untuk menjual kain tenun ikat khas Sumba, gelang, akar bahar, dan berbagai suvenir khas Sumba. Namun, kawasan ini nyaris tak terurus.

Batu-batu gua di bibir danau membentuk stalagtik dan stalagmit yang begitu indah. Pengunjung sering memanfaatkan gua alam itu untuk berteduh dan bersantai.

Pada bibir pantai terdapat batu-batu karang raksasa. Di atas batu-batu karang raksasa yang menjembatani danau dan air laut, tumbuh pohon-pohon karang, seperti kaktus serta bunga-bunga karang yang sedang digerogoti tawon dan lebah.

Bahkan, di sela-sela karang itu, ribuan tawon hidup dan berkembang. Kondisi karang itu tidak rata tetapi naik dan turun, bahkan di beberapa bagian tampak seperti bunga karang.

Weekuri berasal dari bahasa Sumba, yakni wee artinya air dan kuri artinya parutan atau percikan. Weekuri artinya air hasil parutan karang yang menerobos ke daratan, kemudian membentuk danau.

Danau Weekuri berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 150 meter ke daratan, lebar terjauh 50 meter, serta kedalaman bagian kiri sekitar 3 meter dan bagian kanan 5 meter saat laut pasang.

Saat air danau surut, dasar danau terendah hanya sekitar 30 cm dan hanya tampak pasir putih mengilap, sementara dasar terdalam sekitar 2,5 meter dengan air danau berwarna biru.

Beberapa batu karang mirip ban mobil berwarna kecoklatan menghiasi dasar danau sehingga pengunjung sering penasaran dengan kehadiran batu-batu itu.

Pasir putih membentang indah di sepanjang tepi danau dan di bagian tertentu tampak dasar danau berwarna biru meski langit mendung.

Matahari terus beranjak di puncak kepala. Dua bocah, yakni Rangga (11) dan Petrus (13), terus menceburkan badan di dalam danau.

Rangga memanfaatkan sebuah kayu berukuran 4 meter untuk mengapung di danau dengan kedalaman tersisa sekitar 3 meter. Petrus menimbun sebagian badannya dengan pasir putih di pinggir danau.

Rangga tidak sekolah dengan alasan, ia menggembalakan sapi milik orangtuanya yang berjumlah sekitar 700 ekor. Rangga tidak bisa berbahasa Indonesia.

Petrus kelas I SMP, tetapi jarang masuk kelas dengan alasan tidak ada uang sekolah dan buku tulis.

Pendidikan di daerah itu belum menjadi kebutuhan dasar bagi anak-anak. Setiap hari, mereka bermain di danau itu, mandi, dan menangkap ikan.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Tebing karang yang menjadi pemisah sekaligus pintu masuknya air laut ke Danau Weekuri di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Minggu (14/2/2016).
Stepen Wigya Loghe (45), warga Desa Moromonduyo yang rumahnya sekitar 200 meter dari danau itu, mengatakan, setiap Sabtu, Minggu, dan hari libur, dari pagi sampai sore hari, sekitar 500 orang dari Waitabula dan Waikabubak datang dan pergi.

Mereka hadir di danau itu dalam gerombolan, kebanyakan menggunakan kendaraan roda empat.

”Tidak hanya itu, kadang pengunjung dari Jakarta, Denpasar, dan turis-turis asing datang ke danau itu terutama berkaitan dengan kegiatan Pasola di Kodi, Wanokaka, atau Lamboya. Menjelang dan setelah Pasola, ribuan pengunjung datang ke Weekuri,” kata Loghe.

Pria dengan parang sepanjang hampir 70 cm yang disandingkan di pinggang celana tersebut menyebutkan, lokasi itu pernah dibeli turis asing dari Amerika Serikat tahun 2008, tetapi kemudian ditebus lagi oleh mantan Bupati Sumba Barat Daya Kornelis Kodi Mete (2008-2012) yang saat ini menjabat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT.

Beberapa turis asing berminat membeli lokasi itu, tetapi tidak berhasil karena sudah menjadi milik putra asli Kodi.

Nyong Supusepa, pengunjung dari Waikabubak, sekitar 170 km dari Weekuri, mengatakan, sebenarnya Weekuri tidak masuk kategori danau karena hanya berupa limpahan atau genangan air di darat saat air laut pasang.

Namun, Weekuri menjadi menarik karena warna danau, batu-batu karang, dan panorama alam sekitar, termasuk deburan ombak di dalam rongga bebatuan yang menyelinap sampai 70 meter ke daratan.

”Keindahan panorama itu membuat orang tidak bosan datang ke Weekuri. Namun, sayang, pemda tidak memperhatikan kawasan pariwisata ini. Tidak disiapkan jalan raya beraspal mulus dan lebar, termasuk memasang rambu-rambu penunjuk ke Weekuri,” kata Nyong.

Saatnya pemerintah membenahi potensi ini sebagai daya tarik wisata di Sumba. Pembenahan tersebut harus disertai dengan promosi sehingga sanggup menjaring wisatawan. (Kornelis Kewa Ama)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com