Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Timah di Pulau Bangka

Kompas.com - 31/03/2016, 20:45 WIB

Pandangan Safa Deswita (6) terpaku pada maket (miniatur) kegiatan penambangan timah di masa lalu. Telapak tangannya terus menempel di kaca maket tersebut sembari mendengarkan penjelasan pemandu museum.

Rasa penasaran menggiringnya untuk mencari tahu asal mula timah yang menjadi komoditas utama di daerah tempat tinggalnya, Bangka Belitung.

Safa adalah siswa PAUD Ar-Ridho, Pendindang, Pangkalan Baru, Bangka Tengah. Akhir Januari lalu, dia datang bersama 25 temannya didampingi empat guru untuk menjalani pembelajaran lapangan di Museum Timah, Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Safa belum tahu apa itu timah. Padahal, tanah tempatnya berpijak kini merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Berkeliling museum yang dulu digunakan sebagai residen di zaman kolonial Belanda seakan kembali ke masa perjalanan timah di masa lalu.

Hampir dua jam Safa dan teman-temannya diajak bermain dan belajar mengenai sejarah timah, termasuk kemajuan eksplorasinya.

Di museum seluas 1.000 meter persegi ini tersaji 147 koleksi yang dikumpulkan dari berbagai sudut Provinsi Bangka Belitung yang membuka pengetahuan baru bagi pengunjung.

Muhammad Taufik, Kepala Seksi Museum Timah Pangkal Pinang, yang saat itu menjadi pemandu museum, menjelaskan secara rinci perkembangan timah di Bangka. Penambangan masa awal dilakukan pada abad ke-5 dengan alat-alat yang sangat sederhana.

Linggis kayu digunakan untuk membuat sumur. Sumur penggalian timah ini dikenal dengan sebutan sumur palembang. Bahkan, pencucian timah saat itu dilakukan dengan batok kelapa dan dulang kayu.

”Saat itu, proses penambangan tidak begitu sulit karena bijih timah masih berada di permukaan tanah,” katanya.

Seiring perkembangan zaman dan semakin dalamnya keberadaan timah di bawah tanah, proses pengeboran pun dilakukan. Pada abad ke-18, pengeboran dilakukan dengan alat bor tusuk yang diperkenalkan pedagang Tiongkok. Saat itu, metode semacam ini disebut ciam, yang berarti ujung runcing.

Pengeboran berlanjut dengan metode bor bangka yang mulai digunakan pada 1885. Metode ini diciptakan oleh JE Akkeringa, seorang ahli geologi.

Alat ini berguna untuk pengeboran lapisan aluvial dengan kedalaman kurang dari 40 meter. Metode bor bangka terus dikembangkan dan dimodifikasi untuk menggali timah yang lebih dalam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com