Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Baduy, Sekali Lagi!

Kompas.com - 06/04/2016, 13:22 WIB

Lagi, saya dan suami melintasi jalan setapak yang dulu kami lalui. Selain bangunan-bangunan baru dan keramaian yang menyertainya, jalan setapak ini juga berubah. Jalan tanah ini menjadi lebih lebar sehingga jalur semakin terbuka.

Di beberapa tempat, ditanam pagar pembatas dan anak tangga yang dibuat dari potongan-potongan bambu sehingga memudahkan kita berjalan, terutama saat tanah menjadi licin akibat hujan.

Tak hanya itu, ilalang yang dulu tumbuh di kanan-kiri kini tak terlihat lagi. Hanya ada ladang terbuka sehingga mata bisa jauh memandang. Cikeusik mulai tertata.

Tiba di sebuah saung [1], kami disambut sepasang suami istri paruh baya yang wajahnya sudah saya rindukan. Sayang, mereka tak lagi ingat dengan saya.

Memang, saya sudah mengantisipasi hal ini sehingga saya membawa beberapa lembar foto agar mereka bisa mengingat. Benar saja! Melihat foto-foto tersebut, mereka pun mulai mengingat saya.

Nostalgia pun kembali terulang. Kini tak hanya lari di kepala, melainkan menjadi bahan perbincangan di antara kami.

Bersama si bayi, saya kembali menempati teras depan. Ruang inilah yang menjadi "kamar" kami selama tiga hari ke depan.

Berbeda dengan saat menjadi mahasiswa yang cenderung cuek tidur di mana saja, kali ini saya memikirkan si bayi yang harus tidur di ruang terbuka saat malam hari.

Pasalnya, bukan alas tidur dan selimut yang saya pikirkan, melainkan teman tidur kami: ayam, burung, kucing, dan anjing.

Ya…di teras ini kami tidur bersama satu ekor burung beo dalam sangkar yang terus berbicara "ngopi bos" sepanjang hari, empat ekor anak kucing yang terus lalu lalang dan berusaha tidur di selimut kami, serta entah berapa banyak ayam yang sesekali terbang dan bertengger di bambu yang melintang tepat di atas kepala, lantas berkokok sekenanya. Belum lagi suara dengusan anjing yang ada di kolong saung.

Beruntung, si bayi tetap nyenyak selama tidurnya. Kekhawatiran akan hal-hal “aneh” yang akan mengganggu si bayi pun terbantah.

Terlepas dari itu semua, aki dan ninik sama sekali tidak berubah. Raut wajahnya pun tetap sama. Tak terlihat tambahan kerutan di wajah. Sehari-hari, mereka masih melakukan kegiatan yang sama, yakni berladang, mengambil ikan yang terperangkap bubu di sungai, dan mengurus rumah tangga.

Sikap mereka yang selalu ramah membuat saya terus ingin kembali ke sini, sekali lagi, dan sekali lagi!

Halaman:
Sumber Kompasiana


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com