Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, bentuk atapnya diubah menjadi bergonjong empat seperti atap rumah adat Minangkabau dan bermotif pucuk rebung. Bentuk yang dipertahankan sampai saat ini.
Dulu, wisatawan seringkali naik ke menaranya, namun kini hanya mereka yang telah minta izin tertulis, bisa naik dan memandang keindahan kota Bukittinggi dari atasnya. Mungkin mempertimbangkan bangunan ini sudah berumur tua.
Waktu kebakaran besar di Pasar Ateh beberapa puluh tahun lalu, polisi Bukittinggi naik ke atas menara Jam Gadang untuk memantau keadaan dan mencari asal api. Lalu, sejak lama setiap bulan Ramadhan, dari Jam Gadang bersuara sirine penanda waktu berbuka puasa.
Favorit Turis Berfoto dan Berbendi
Keindahannya inilah yang menjadi magnet hadirnya ratusan pengunjung dari pagi, siang, petang, hingga malam. Berfoto dengan latar belakang Jam Gadang jadi wajib bagi setiap orang yang datang ke sini. Favorit juga untuk arena bermain keluarga dengan anak balita pada pagi sampai petang hari.
Tukang foto juga tak putus berkeliaran menawarkan jasanya. Sambil menunjukkan lokasi terbaik, mereka minta tarif Rp.15.000 sekali foto. Saking banyaknya, kadang cukup mengganggu, tetapi mereka juga ikut menyumbang kegembiraan dan maraknya orang berwisata di Jam Gadang.
Turis yang tak ingin kehilangan momen, sering memilih tinggal di berbagai penginapan di sekitarnya –apakah itu homestay, motel, hostel sampai hotel bintang lima- yang banyak tersebar di kawasan sekitarnya.
Mulai dari sepanjang jalan Laras Datuk Bandaro sampai Jalan A, Rivai dan jalan-jalan kecil sekitar Kampung Cino dan Jembatan Limpapeh, kita dengan mudah memilih tempat penginapan. Guest House seharga Rp100.00 sampai hotel berbintang lima dengan tarif Rp1 jutaan, kini semakin banyak.
Apalagi sejak beberapa bulan lalu di pelataran Jam Gadang ada pertunjukan berbagai tari dan kesenian khas Minang setiap malam Minggu. Lengkaplah sudah keramaian seputar Jam Gadang.
Satu lagi sasaran kegemaran wisatawan di sini adalah naik Bendi. Kereta berkuda yang dikemudikan sais ini di daerah Jakarta dan sekitarnya disebut Delman. Bendi banyak berjajar di depan pelataran Jam Gadang, atau di jalan menurun arah Panorama Ngarai Sianok.
Bendi di Bukittinggi sebenarnya alat transportasi yang digunakan sejak jauh sebelum Indonesia merdeka. Saisnya sebagian besar adalah juga pemilik kuda yang tinggal di sekitar Pacuan Kuda Bukit Ambacang.
Untuk para turis, sangat menyenangkan naik Bendi melihat atau menuju tempat wisata lain di sekitarnya seperti Lubang Jepang, Benteng Fort de Kock, Panorama Ngarai Sianok atau Rumah Kelahiran Proklamator Hatta.
Berapa tarifnya? Kalau Anda bisa berbahasa Minang, Anda akan segera diberi tarif lokal Rp.20.000. Tetapi kalau di musim liburan ditambah kita berbahasa Indonesia, maka tarifnya bisa sampai Rp.50.000.
Jam Kembar
Satu lagi cerita yang hanya dibicarakan dari mulut ke mulut oleh orang-orang tua di Bukittingi adalah fakta bahwa menara jam dengan jam bermesin yang sama persis dengan Jam Gadang, hanya dibuat dua di seluruh dunia.
Anda bisa menebak di mana menara jam kembaran Jam Gadang terletak? Anda benar. Kembarannya adalah menara jam Big Ben, ikon ibukota Inggris, London.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.