Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Sejarah di Tarakan dengan Jip Lawas

Kompas.com - 11/05/2016, 13:22 WIB

”Kita keliling kota naik ini,” kata Fadli, petugas pengelola Museum Roemah Boendar, di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, seraya menunjuk sebuah jip Willys keluaran 1940-an. Starter engkolnya sudah diganti elektrik, tetapi menyalakan mesin tua tetap membutuhkan usaha.

Ada dua pilihan mobil sebenarnya, satunya lagi Jeep buatan tahun 1950-an. Namun, Willys berkubikasi mesin 4.000 CC ini yang dianggap Fadli paling bagus kondisinya. ”Hanya saja, paling lama satu jam, mesinnya hidup. Lebih! Mesinnya bisa kepanasan,” ujar Fadli.

Willys ini milik Pemerintah Kota Tarakan yang dibeli dari warga, tahun 2000-an. Setelah dibangun ulang nyaris total, baru layak jalan. Lalu diberi sentuhan kayu untuk menciptakan ruang kabin.

Dulu, jip seperti ini kerap ditumpangi ibu-ibu yang ke pasar, atau bepergian, sehingga disebut ”taksi”. Agar tak kehujanan dibuatlah penutupnya, lengkap dengan jendela, memakai papan-papan kayu. Jok depan-belakang juga dari kayu.

Ternyata begitu ceritanya. Mobil ini pernah punya kedekatan emosi dengan orang Tarakan sehingga menjadi pusat perhatian sepanjang perjalanan. Tujuan pertama, kawasan pecinan. Selanjutya, perumahan karyawan Pertamina yang dulunya kompleks perumahan karyawan perusahaan minyak Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).

”Setelah naik taksi berwarna putih-hijau, wisatawan bisa menikmati yang lain, yaitu Museum Rumah Bundar. Bangunan ini terletak di Jalan Danau Jempang, Kecamatan Tarakan Tengah. Lokasinya di belakang gedung DPRD Tarakan.

Sebelum dijadikan museum, bangunan itu difungsikan sebagai rumah, dibangun tentara Australia pada 1945 setelah merebut Tarakan dari Jepang. Keunikan rumah berukuran 12 x 6 meter ini atapnya seng gelombang yang dibentuk melengkung hingga separuh lingkaran.

”Seng ini masih asli. Belum pernah diganti karena enggak pernah bocor. Hanya dicat ulang. Dulu, rumah-rumah seperti ini disebut rumah atap lengkung,” ujar Meiska, staf informasi Roemah Boendar Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Tarakan.

Januari hingga pertengahan April 2016, museum sudah dikunjungi 1.079 wisatawan. Ada banyak koleksi peninggalan sejarah, terutama saat Perang Dunia II, tersimpan di sana. Ada samurai, senjata api, foto-foto Tarakan tempo dulu, dan baling-baling pesawat tempur.

Ada juga koleksi unik, yakni meja yang bagian atasnya batu marmer berbentuk bundar dan berwarna hijau. ”Coba nyalakan senter dari bawah, ada semburat bentuk naga,” kata Meiska.

Usul yang menarik, dan setelah dicoba memang ada semburat gambar bermotif melingkar. Sepertinya itu yang dimaksudkan dengan ”gambar naga”.

Melihat ”loopghraf”

Keluar dari museum, Kampung Satu kami tuju untuk melihat loopghraf. Ini terowongan beton bertipe bungker, berbentuk seperti huruf U, yang dibangun Belanda pada 1938 sebagai antisipasi serangan udara Jepang. Terowongan ini diperuntukkan bagi keluarga dan pekerja ”kelas bawah” BPM.

Sofyan, Eru, dan Iman, tiga warga Tarakan, siang itu, sejenak mampir ke tempat itu. Memasuki bungker loopghraf dari ujung, lalu ke luar di ujung yang lain yang berjarak 10-an meter.

Tujuan berikutnya Cagar Budaya Peningki Lama, yang terletak 15 kilometer dari pusat kota. Di kawasan perbukitan ini tersebar meriam-meriam dan bungker-bungker pengintai yang dibangun pada 1938. Inilah basis utama pertahanan Belanda, untuk mengamati perairan.

Meski sudah terbalut karat, bangunan meriam tidak keropos dan masih menjulang setinggi lebih dari 2 meter. Namun, sayangnya, ada sejumlah bagian meriam-meriam yang hilang.

”Sebelum tahun 2000, pengelolaan cagar budaya belum rapi. Imbasnya, ya, apa yang bisa diangkut, dijarah,” ujar Hamed Amren, Kepala Disbudparpora Tarakan.

Beranjak ke sebelah, ternyata ada bungker yang langsung memancing rasa penasaran. Dari celah di bungker tampak pesisir Mamburungan yang kini dijadikan Dermaga TNI AL.

Pemandangan siang itu keren, yakni dua kapal perang RI (KRI) bersandar, dan satu KRI nun jauh di laut. Tiga KRI ini dilibatkan saat digelar latihan gabungan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI.

Berikutnya giliran mengunjungi wash tank. Tangki berwarna hitam, berukuran super besar, itu dulu berisi air untuk membersihkan minyak. Wash tank termasuk sasaran pengeboman saat Perang Dunia II.

Salah satu tanda pernah terkena bom, bentuknya ringsek. Salah satu wash tank di dekat Stadion Datu Adil, Tarakan, misalnya, ringsek pada bagian atasnya. Di sekitarnya juga terlihat tumpukan lembaran-lembaran baja wash tank lain yang dibiarkan tergeletak.

Jika tersisa cukup waktu, masih banyak yang bisa dikunjungi. Misalnya, meriam di halaman Wisma Patra, tempat pengintaian di ujung landasan Bandara Juwata Tarakan, hingga pompa-pompa angguk penyedot minyak yang tersebar. Tarakan, dulu, memang ”surga” minyak. (LUKAS ADI PRASETYA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com