Frenky menunjukkan masih ada benda yang merupakan peninggalan Portugis langsung dari Roma, yaitu alat untuk membaptis anak. Selain itu arsitektur yang masih terjaga ialah dari jendela dan mimbarnya.
Beranjaklah dari sana ke samping gereja tersebut, terdapat makam-makam keturunan bangsa Portugis abad 20 dan 21, mereka menggunakan nama Portugis, seperti Seymons, Nicholas, Abrahams, Bernes, Michiels, dan Burkens.
Nama-nama tersebut sudah tidak lagi asli marga Portugis, karena kebijakan VOC pada masanya, nama Portugis dicampur dengan marga Protestan dari Belanda. “Orang keturunan Portugis di sini tahun 1959 banyak yang ke Belanda. Sisa sedikit sekitar 300 kepala, itu juga sudah berakulturasi dengan berbagai macam suku di Indonesia,” ujar Frenky.
Sayangnya makam leluhur mereka di sebelum abad 20 sudah tertumpuk oleh makam keturunannya saat ini. Dengan hanya sebidang tanah yang diberi VOC, mereka ingin tetap dimakamkan dekat Gereja, sesuai ajaran Portugis.
Wisatawan pun dipandu mengitari ke sekeliling Gereja oleh tim Jakarta Food Adventure. Terdapat sungai dengan lebar 3-5 meter, konon sungai itulah yang sejak satusan tahun lalu menjadi jalur transportasi warga.
Semula tak ada yang tahu pasti asal usul sungai tersebut, sampai rombongan bertemu dengan salah seorang tokoh masyarakat bernama Andre Michels sebelum marganya diganti VOC menjadi Van Mardijkers.
Andre mengatakan sungai tersebut dahulu dibangun abad kelima oleh raja Purnawarman dan diberi nama Sungai Chandrabaga Gomati. “Dahulu lebarnya 20 meter dengan dalam 5 meter, sayang sekarang sudah dangkal dan tak terurus,” ujar Van Mardijkers.
Ketika wisatawan berkeliling kompleks Protestan Tugu di sini akan terlihat lekuk-lekuk wajah masyarakat khas Portugis. Menurut Andre, tanah kompleks tersebut merupakan pemberian saudagar tanah Belanda Cornelis Chastelein, seluas empat hektar.
Tak lama wisatawan singgah di salah satu kediaman tokoh masyarakat bernama Erni Lissie Michiels. Di rumahnya tersebut akan dimulai tradisi adat Kampung Tugu, semacam misa bagi umat Protestan, namun bercampur adat leluhur.
Selain itu, ibu berusia 76 tahun ini menjelaskan tradisi lain yang masih dipegang masyarakat Kampung Tugu keturunan Portugis. Yaitu ada "rabo-rabo", semacam silaturahmi ke rumah-rumah warga saat Natal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.