Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curhat Warga dan Pendaki Soal Rusaknya Jalur Pendakian Tambora

Kompas.com - 16/05/2016, 13:37 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

DOMPU, KOMPAS.com - Kawasan Gunung Tambora ditetapkan sebagai Taman Nasional oleh Presiden Jokowi pada April 2015 lalu. Namun kini, banyak warga dan pendaki yang mengeluhkan jeleknya jalur pendakian Tambora terutama menuju Pos 1.

Gunung Tambora yang terletak di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menjadi tujuan para pendaki baik domestik maupun mancanegara. Atlet maraton gunung solo, Willem Sigar Tasiam (58) pun menjadikan Tambora sebagai salah satu checklist dari daftar 50 gunung yang didakinya dalam 50 hari.

Tim ekspedisi "Jelajah Tanpa Batas" yang menemani Willem mendaki Tambora, Kamis (28/4/2016) lalu menunggu di Desa Pancasila. Ini adalah base camp favorit pendaki, karena terdapat penginapan sederhana untuk menginap.

KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Mobil Nissan All-New NP300 Navara melintasi sabana untuk menuju Pos 3 Gunung Tambora di jalur Doro Ncanga, Dompu, Nusa Tenggara Barat, Jumat (20/3/2015).
Begitu Willem tiba kembali di Desa Pancasila esok harinya, satu hal yang dia keluhkan adalah rusaknya jalur antara pintu gerbang pendakian (di Desa Pancasila) dan Pos 1. Rupanya, banyak truk dan motor warga yang melewati jalur tersebut untuk membawa kayu.

"Jalurnya jelek banget. Bikin susah pendaki," keluhnya kepada KompasTravel waktu itu.

Syaiful Basri, petugas registrasi pendakian Gunung Tambora sekaligus pemilik penginapan di base camp Desa Pancasila menyebutkan, jeleknya jalur tersebut akibat illegal logging termasuk dari masyarakat sekitar.

"Yang melakukannya masyarakat sekitar juga. Praktiknya sudah lama, sekitar 2013," tutur Syaiful.

Pria itu lanjut bercerita, semuanya berawal waktu Kemenhut memberikan izin kepada PT Agro Wihana Bumi (AWB) untuk 'mengelola' hutan di kawasan tersebut.

"Jadi timbullah kecemburuan warga, sehingga ada persaingan," tambah dia.

KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYAT Doro Afi Toi atau gunung api kecil yang tumbuh di dasar kaldera Gunung Tambora di Dompu, Nusa Tenggara Barat, 25 Agustus 2014. Gunung Tambora meletus dahsyat pada 10 April 1815 menyisakan kaldera seluas 7 kilometer dengan kedalaman 1 kilometer.
Kayu yang diambil adalah jenis Kelanggo. Kayu berusia puluhan tahun dengan diameter 3-4 meter, dan tinggi mencapai 8 meter. Pada musim panas, jumlah truk yang bolak-balik di jalur tersebut semakin banyak.

"Bisa 20-30 truk per malam," tambah Syaiful.

Rusaknya jalur pendakian di kaki Gunung Tambora tentu mengganggu para pendaki yang ingin menikmati alam. Syaiful berharap, pemerintah segera menindaklanjuti hal tersebut.

"Intinya, jalur menuju Taman Nasional kalau bisa tidak diganggu," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com