Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Cookies Mungil ala Chamil Cake Boutique Bikin Ketagihan

Kompas.com - 09/06/2016, 12:15 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Suhu Kota Medan sedang panas menggila saat saya melintasi Jalan Sei Belutu Medan. Tepat di depan sebuah masjid, mata saya menangkap satu plang nama Chamil Cake Boutique. Ah, ini toko kue atau baju, ya...?

Penasaran, saya mampir, rupanya ini tempat penganan lezat dan sehat serba imut-imut nangkring. Elisa Farah Pane, sang pemilik, menyapa saya dengan ramah. Perempuan blasteran itu langsung mengajak saya ke dapur Chamil yang berada di belakang toko.

Kami melewati halaman rumah penuh pohon dan bunga yang cukup luas. Asri, sejuk, tenang, sepertinya sengaja dibuat ala rumah di perkampungan.

Begitu pintu besi bercat putih dibuka, aroma keju panggang menerjang penciuman saya. Harumnya... Kebetulan saya penyuka keju. Kak Lisa, begitu saya memanggil ibu satu anak itu, menyilakan saya duduk di beberapa pasang kursi yang tersedia.

Tiba-tiba punggungnya hilang ke balik ruangan yang saya lihat banyak perempuan sedang asyik mencetak, membakar, mengadon dan menghiasi kue-kue di loyang besar.

"Ini dia yang wangi tadi, Cheese Nuggets Cookies. Ini lagi ngetren, cobain. Resep basic-nya terinspirasi dari cookies Australia. Kalau resep bule-bule zaman dulu di sana, cookies cheese menggunakan rempah-rempah, sejenis merica dan paprika. Di sini terpaksa menggunakan rempah lokal tapi kejunya saya pakai keju Edam karena kadar airnya rendah. Keju ini yang buat kriuk-kriuknya tetap bertahan meski sudah disimpan lama," kata Kak Lisa sambil meletakkan stoples kecil di depan saya.

Tak buang-buang waktu, saya mengambil satu. Enak! Lalu mengambil lagi, dan lagi. Rasa kejunya terasa sekali, lalu rasa bubuk cabai dan bawang putih. Teksturnya lembut, bentuknya lucu dan mirip sekali dengan nugget.

KOMPAS.COM/MEI LEANDHA Elisa Farah Pane, pemilik Chamil Cake Boutique Medan di dapur produksinya.
Tepung panir yang menghiasi menambah kerenyahan, kriuk, kriuk.. Hampir separuh wadah saya habiskan dalam sekejap.

Perempuan berkerudung itu kembali bangkit dari tempat duduknya, seiring bel oven konvensional spesial untuk memasak cookies berbunyi. Pertanda kue-kue mungil dan mini yang menjadi ciri khas buah tangan Lisa sudah matang.

Seorang pekerja, dengan tutup kepala dan sarung tangan menghidangkan air putih beserta stoples-stoples kecil berisi Queker Nutty Cookies, Coklat Pay yang selalu jadi idola dari tahun ke tahun di Chamil.

Lalu Batik Almond, Red Valvet Cookies, Almond Slice Cookies, Nutella Almond Cookies, Oreo Almond Drop Cookies atasnya ditabur remahan valvet berwarna merah, dan banyak lagi yang saya lupa namanya.

Saya ambil Queker Nutty Cookies, si tipis super kriuk. Ada kacang, kismis dan wangi jeruk. Ini cookies jadul yang selalu tersedia, pokoke crunchy...

"Sekarang lagi booming coklat Nutella dan Oreo, kita ikuti perkembangan lah. Saya bilang, makanan itu sama kayak fashion, jangan ditinggal. Tapi menjaga kualitas bahan, rasa serta penyajian adalah yang utama. Saya tidak mau asal-asalan, tidak pakai pengawet, pemanis tambahan, pewarna berbahaya. Maka harganya sesuai lah, kalau ingin makanan sehat, memang harus mahal," ungkap lulusan Universitas Brisbane jurusan tata boga ini.

Semua cookies-cookies Elisa ini menggunakan resep-resep dasar, tapi kemudian menjadi lebih enak dan kaya rasa berkat ide-ide kreatif. Seperti kue bangkit, ini penganan klasik yang saat ini hanya bisa di jumpai di kampung-kampung atau rumah-rumah yang orang-orangnya masih mencintai rasa-rasa lama.

Oleh kreatifitas Elisa, kue bangkit dimodifikasi menjadi bangkit keju yang yummy. Begitu juga dengan si lawas Havermut, rempah-rempahnya yahud di lidah. Jangan ditanya lagi rasa kue salju, nastar berkulit tipis yang padat selai nenasnya dan kastengel kekinian, saya jamin ketagihan dah.

KOMPAS.COM/MEI LEANDHA Cheese Nuggets Cookies dan Oreo Almond Drop Cookies dari Chamil Cake Boutique di Medan, Sumatera Utara yang dikelola Elisa Farah Pane.
"Salah satu rahasia membuat kue kering ini adalah tidak memakai putih telur karena membuat kue keras, pakai butter dan keju saja. Saya juga tidak pakai mixer, semua menggunakan tangan. Menurut saya hasilnya beda jauh. Tapi kalau mencetak kue, saya menghindari banyak penggunaan tangan. Seperti nastar jadul yang bentuknya daun-daun itu, saya hindari. Ini berkaitan dengan kebersihan, kualitas dan umur kuenya," ujar perempuan yang mempekerjakan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya sejak bertahun-tahun lalu.

Alasannya, mereka sudah tahu cara kerjanya yang tetap ingin mempertahankan metode konvensional. Makanya, dia menyatakan siap dan tak takut menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dari segi kualitas.

Kekhawatiran Elisa hanya kalau bahan baku dari luar tidak ada, apakah ada bahan lokal yang bisa menyamai kualitasnya. Sampai saat ini ia mengaku belum ada kecuali terigu dan buah-buahan. "Almond masih impor, coklat sudah ada yang berkualitas untuk ukuran Asia Tenggara," katanya.

Kalau ditanya keinginan, Elisa menginginkan semua produk yang dihasilkannya menggunakan coklat Belgia, karena rasanya pasti lebih enak. Tapi kalau dilihat kebiasaan dan ukuran kantong masyarakat kita, pasti akan sangat mahal bila membeli stoples mini ukuran 250 gram cookies coklat dengan harga Rp 300.000. Wuih, aje gile...

"Dipelototin orang Medan lah kalau saya jual harga segitu. Padahal kualitas itu mahal, konsumen kita belum berpikir sampai ke sana. Membeli barang sambil memikirkan faktor kesehatan masih nomor dua, menghargai suatu produk juga kita sudah krisis mental. Tidak menyalahkan siapa-siapa, mungkin keterbatasan yang membuat persoalan ini.

Rata-rata harga cookies untuk stoples mini berat 250 gram Rp 70.000, stoples sedang dengan berat 500 gram Rp 135.000. Di luar hari besar, yang laku ukuran stoples mini karena sering dibuat camilan.

Saran Lisa, sebenarnya lebih untung membeli stoples sedang. Penganan ini bisa bertahan selama enam bulan pada suhu normal dan dengan penyimpanan yang baik.

Bagi Anda yang ingin membuat sendiri di rumah, Lisa membagi tips. Menurutnya, mau membuat kue apa pun, gunakan lah bahan yang baik. Proses pembakaran dan pendinginan yang sempurna, dan penyimpanan menggunakan wadah yang baik.

KOMPAS.COM/MEI LEANDHA Parcel edisi lebaran dari Chamil Cake Boutique di Medan, Sumatera Utara yang dikelola Elisa Farah Pane.
"Cobain ini lagi, kak. Pinaepplelope, krim keju dengan lemon, biar gak eneg dan rasanya lebih nyaman. Selai nenasnya kita masak sendiri, tidak ada pengawet, all pure home made," ujar Elisa sambil meletakkan dua potong cake menggairahkan untuk segera disantap itu.

Krim keju yang dingin, selai nenas yang sengaja dibuat kasar dan taburan cookies yang ditumbuk pecah pada kunyahan pertama, enaknya... Nastar kecil yang menjadi hiasan di permukaan menjadi lahapan kedua bersama lapis demi lapis sponge.

Saya bukan ahli kuliner dan tidak terlalu suka dengan cake, tapi kali ini saya acungi jempol buat rasanya yang nendang. Sepotong primadona Chamil, Pinaepplelope Loaf Cake langsung habis tanpa suara.

"Kalau di luar negeri saat ini lagi in Naked Cake, kue itu asal poles aja. Permukaan kue masih nampak, krim-krimnya sekadar saja. Kalau dipikir-pikir, inilah yang benar karena kita tidak makan krim. Kecuali kalau kayak gini, cream-nya enak. Sayang kalau tidak dimakan," ujar Lisa tertawa.

Satu loaf kecil atau ukuran 22 centimeter harganya Rp 375.000. Cream cheese yang buat harganya sedikit terdongkrak. Sementara yang ukuran besar harganya Rp 450.000. Primadona lain dengan harga lebih murah dari Pinaepplelope Loaf Cake adalah Advocado Mousse, karena menggunakan bahan-bahan lokal.

Mixed Fruit Tart juga banyak dipesan untuk kue ulang tahun para oma dan opa. Kemudian strawberry tart, dengan vanila sponge cake layered, fresh cream dan chuncky strawberry komplet, juga red valvet cake yang sedap nian.

"Spesial tart buat anak-anak. Didominasi warna pink dengan loli pop serta aneka coklat diatasnya. Pernah, dalam hitungan menit, coklat dan gula-gula dengan warna-warni menarik ini berpindah tempat. Jadi rebutan, anak-anak betul-betul menyukainya," tambahnya.

Selain aneka cookies dan cake, Chamil Cake Boutique juga menjual kue-kue tradisional yang sudah jarang ditemui lagi seperti kue ongku, getuk, mohu, bolu tape mini. Dalam waktu dekat, Lisa akan membuka Cafe Rumah Pohon yang menyajikan hidangan-hidangan khas daerah dan kopi-kopi bagus dari Sumatera.

Dia berharap, semua orang yang datang ke tempatnya bisa berwisata kuliner.

KOMPAS.COM/MEI LEANDHA Chamil Cake Boutique di Jalan Sei Belutu, Medan, Sumatera Utara yang dikelola Elisa Farah Pane.
"Salah satu hidangannya adalah paket Mandailing. Ciri khasnya daun singkong tumbuk dan sambal teri kacang. Terus, kopi-kopi yang nanti ada di sini semuanya kopi sumatera. Ini upaya untuk mengenalkan, membanggakan dan mengedukasikan potensi daerah yang kita miliki. Jadi, jangan men-judge dari harga, rasa yang berbicara," kata Lisa dengan senyumnya yang tak pernah ketinggalan.

Untuk edisi lebaran, Lisa mengeluarkan parsel dengan empat toples mini aneka cookies di dalamnya. Yang unik, tempat parselnya terbuat dari anyaman semacam tikar pandan. Sayang, anyaman ini harus ditempah di Yogyakarta karena lebih rapi dan selalu ada barang. Kalau orang Medan sendiri yang membuat, harganya sangat melambung.

Setiap tahun edisi parselnya berbeda-beda, tahun lalu menggunakan kulit sintetis. Harga per-parsel Rp 300.000. Bagi yang ingin menebus rasa penasarannya seperti saya, silakan mampir, ada stoples-stoples mungil berisi cookies taster. Bisa icip-icip gratis...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com