KOMPAS.com – Perang Dunia II adalah teater milik Jenderal Douglas MacArthur. Panglima Perang AS untuk Kawasan Asia Pasifik itu punya ambisi besar merebut Filipina dari cengkeraman penjajah Jepang.
Asal tahu saja, waktu itu Jepang alias Negara Matahari Terbit sedang di puncak kedigdayaan di Asia Pasifik, tepatnya pada kurun 1939 hingga 1942.
Ihwal Jepang yang menjejakkan kaki di Filipina memang membuat AS terhenyak. Filipina adalah negara strategis di Asia Tenggara bagi AS untuk menancapkan pengaruhnya.
Dari situlah "nafsu" jenderal kelahiran Little Rock, Arkansas pada 26 Januari 1880 untuk merebut Filipina dari tangan Jepang membuncah. Rencana pun disusun. AS tidak bisa langsung masuk ke Filipina tanpa ancang-ancang.
Dus, MacArthur menunjuk salah satu pulau di Hindia Belanda, sebutan untuk Indonesia kala itu, sebagai "pijakan" menuju Filipina. Morotai adalah “pijakan” itu. Sekarang, Morotai merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara.
MacArthur menyulap Morotai menjadi pangkalan militer, dengan tujuh landasan pesawat terbang dan 3.000 pesawat tempur yang lalu lalang di situ. Perang melawan Jepang pun tak terelakkan.
Baku tembak kedua pihak menyuguhkan pemandangan mengerikan. Kapal-kapal perang kedua belah pihak banyak yang tertembak dan tenggelam di perairan Morotai yang jernih itu.
Singkat kata, AS menang. Filipina pun ada di genggaman tangan Sang Pemenang. "Nafsu" Jenderal MacArthur pun terpuaskan. Namun, bekas-bekas perang masih berceceran di mana-mana, termasuk kapal-kapal karam di perairan Morotai.
Puluhan tahun berlalu, jejak peristiwa suram tersebut justru menjadi potensi baru bagi Indonesia. Morotai menjadi salah satu dari 10 destinasi wisata prioritas.
Tak hanya bekas “nafsu” MacArthur, Morotai juga adalah surga bawah air bagi para penikmat olahraga kelautan seperti menyelam dangkal (snorkeling) dan menyelam dalam atau diving. Potensi Morotai disokong pula oleh Pulau Dodola. Di situ ada 13 titik untuk olahraga selam.
Pasir merah jambu
Pesona Morotai dengan latar belakang sejarahnya, bukan satu-satunya di Indonesia. Negeri ini juga punya banyak pantai, yang itu pun tak hanya ada di Bali, Lombok, atau Raja Ampat.
Di sini, laut beriak tenang dengan kejernihan air yang memanjakan mata. Snorkeling maupun diving mendapatkan satu lagi lokasi untuk dijelajahi. Terlebih lagi, lokasinya bisa dijangkau cuma lima belas menit dengan perahu bermotor dari Pelabuhan Labuan Bajo.
Bonusnya, bila menempuh perjalanan petang hari di perairan ini, Anda akan menyaksikan tarian ikan lumba-lumba. Kawanan ikan tersebut tak malu-malu berkejaran di dekat dengan kapal bermotor Anda.
Surga bawah air lain ada di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Di laut wilayah ini, ada 750 spesies karang.
Wakatobi adalah kependekan dari nama-nama pulau di gugusan Kepulauan Tukang Besi, yakni Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Kawasan seluas 1,39 juta hektar ini mendapat status sebagai Taman Nasional sejak 2002.
Wakatobi sudah pula ditetapkan sebagai Peninggalan Dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2005.
Menjawab tantangan
Data Kemenpar menunjukkan bahwa pada 2009 ada 34.954 wisatawan mancanegara bertandang ke Labuan Bajo. Jumlah ini meningkat lipat tiga menjadi 54.147 orang pada 2013, atau tumbuh rata-rata 12,2 persen per tahun.
“Wisatawan sangat menyukai apa adanya di bawah laut kita karena indah dan luas. Jadi tetap begitu saja jangan diubah-ubah,” ujar Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Ratman, saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (2/5/2016).
Dari data Kemenpar pula, ada jumlah kunjungan wisatawan lokal 9.055 orang dan wisatawan mancanegara 3.315 orang pada 2013 ke Wakatobi. Angka ini meningkat pada 2014. Rinciannya, wisatawan lokal 9.750 orang dan wisatawan luar negeri 4.520 orang.
Menurut Dadang, tantangan menjual suatu wisata adalah dukungan akses yang mudah berikut pembangunan infrastuktur memadai seperti hotel, pusat informasi, dan transportasi.
“Destinasi yang hebat dengan alam yang bagus tidak bakal dikunjungi jika tidak didukung oleh banyak pihak dan lintas sektor,” tuturnya.
Terkini, pada Minggu (8/5/2016), Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga meresmikan Terminal Penumpang Bandara Matahora di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Bandara Matohara sekarang miliki wajah baru lengkap dengan fasilitas yang lebih modern, dengan kucuran dana APBN 2015 sebesar Rp 80 miliar.
Selain itu, rute penerbangan tambahan ke Wakatobi rencananya akan ditambah. Muncul harapan bahwa upaya ini dapat semakin meningkatkan jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Wakatobi.
Tentu saja, dukungan infrastruktur dan akses juga akan menjadi penentu bagi ramai atau tidaknya pengunjung ke Morotai untuk mengunjungi jejak “nafsu” MacArthur. Rencana pengembangan itu sudah berdengung kencang, setidaknya sejak tahun lalu, dan telah masuk dalam RPJM 2015-2019.
"Selain itu, Bandara Leo Watimena di Kabupaten Pulau Morotai akan dikembangkan pemerintah pusat, secara bertahap," kata Kepala Bappeda Maluku Utara, Syamsuddin Banyo di Ternate, seperti dikutip Antara, Rabu (17/5/2015).
Terlebih lagi, sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2014 yang menetapkan Morotai sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK), merujuk Keputusan Presiden Nomor 45 tahun 2014 tentang Pembentukan Dewan Kawasan KEK Pulau Morotai.
Masih berani bilang negeri ini kekurangan surga bahari?
Bila sudah menyambangi tempat-tempat ini atau lokasi wisata bahari lain di Indonesia yang tak kalah mempesona, coba bagikan juga cerita Anda, melalui Twitter dan Instagram dengan mention @ceritadestinasi di dalamnya atau ke fan page Facebook Cerita Destinasi, sertakan pula tanda pagar (tagar) #ceritadestinasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.