KOMPAS.com - "Sesuatu" itu adalah tatkala lelehan gula merah yang legit itu masuk ke mulut, memenuhi ruang rasa bersama gumpalan-gumpalan tepung beras kukus berikut parutan kelapa yang menyebarkan rasa hangat di mulut.
Orang Batak bilang, itu namanya sensasi makan kue ombus-ombus. Kue ini mempunyai jenis lapet dan pohul-pohul.
Lapet berbentuk trapesium, sementara pohul-pohul berbentuk seperti benda yang diremas sekepalan tangan. Hanya pohul-pohul yang tampil telanjang alias tak dibungkus.
Konon dinamai ombus-ombus lantaran cara memakan kue yang dibungkus daun pisang itu harus ditiup-tiup atau diembus-embus dengan napas. Pastinya, makan kue ombus-ombus memang paling nikmat saat penganan khas Tapanuli, Sumatera Utara, itu masih dalam keadaan panas.
Di Toba Samosir, kue ombus-ombus, tidak melenggang sendirian sebagai sajian khas. Pasalnya, ada ikan arsik yang tersohor hingga ke mana-mana. Arsik adalah bumbu olahan untuk makanan berbahan dasar ikan mas. Ikan ini hidup di Danau Toba. Jadi, singkatnya, kita tinggal ambil saja ikan itu.
Yang menonjol dari bumbu arsik adalah warnanya yang kuning emas. Tak cuma itu, bumbu arsik kian "nendang" rasanya gara-gara ada andaliman.
Khalayak banyak mengenal andaliman sebagai "merica batak". Bentuk tanamannya berupa perdu rimbun dengan duri runcing berwarna merah marun. Di situlah tersembunyi pucuk-pucuk muda berujung bulir andaliman. Bentuknya memang mirip bulir lada.
Sebagaimana ditulis Kompas beberapa waktu silam, nama Latin andaliman adalah Zanthoxylum acanthopodium. Sejatinya, "merica batak" ini tumbuh juga di berbagai belahan Asia, seperti China, India, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Perjalanan waktu membuat "merica batak" atau "rempah tuba" memang identik dengan kuliner Batak. Ini yang menjadi pembeda utama masakan khas Batak dengan masakan kari yang bertumpu pada cita rasa daun kari alias Murraya koenigii.
Di seluruh Sumatera, masakan kari memang terbilang mengemuka. Akan tetapi, seolah ada garis batas tegas yang menunjukkan bahwa masakan andaliman punya wilayahnya sendiri.
Silakan bertandang ke Medan dari Provinsi Aceh melalui jalur Aceh Tengah untuk membuktikannya. Begitu tiba di wilayah pesisir Aceh yang meliputi Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Barat, bau masakan kari merajalela.
Namun, begitu memasuki wilayah Aceh Tengah yang kebanyakan penduduknya orang Gayo, giliran aroma andaliman merangsek ke hidung. Jangan lupa, aroma khas ini masih terus menguat hingga di Berastagi, Sumatera Utara.
Nah, ini juga unik. Ikan mas yang menjadi bahan santapan tak dibuang sisiknya. Ikan itu larut dalam lumuran bumbu kuning dengan kandungan andaliman. Luar biasa rasanya, membuat lidah bergetar!
Satu catatan penting, selain makanan-makanan tadi, kuliner Danau Toba juga dikenal lewat makanan non-halal. Tenang saja, untuk bagian ini, para penikmat kuliner bisa membaca plang nama bertuliskan makanan "halal" atau "non-halal". Pastikan Anda tidak salah sasaran. Sudah jelas petunjuknya.
Tantangan Danau Toba
Sayangnya, wisata kuliner belum cukup menjaring pelancong untuk datang ke Danau Toba. Hal itu terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan yang fluktuatif dalam kurun lima tahun terakhir.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, untuk wisatawan mancanegara pada 2011 berjumlah 54.250 orang, selang setahun turun menjadi 48.767 orang.
Pada 2013, jumlah turis asing ke sinikembali meningkat perlahan menjadi 49.972 orang. Lalu, sempat meningkat signifikan pada 2014 sebanyak 57.776 dan selang setahun kemudian menjadi 61.337 orang.
Setali tiga uang, jumlah wisatawan domestik pun mengalami fluktuasi. Pada 2011 tercatat mencapai 1.124.638 orang, kemudian meningkat menjadi 1.180.582 pada 2012.
Akan tetapi, pada 2013 jumlah wisatawan justru menurun menjadi 1.117.486 orang. Selang setahun kemudian terjadi peningkatan menjadi 1.128.054 dan pada 2015, berjumlah 1.268.445 wisatawan.
Infrastruktur
Naik turunnya jumlah wisatawan menjadi tantangan sendiri bagi pemerintah. Selain promosi yang terus butuh inovasi, tantangan lainnya Danau Toba adalah masih kurang tertatanya akses.
Tercakup di dalam tantangan itu adalah infrastruktur. Presiden Joko Widodo pun sampai khusus menegaskan, meminta percepatan penuntasan pengembangan Bandara Silangit, akses cepat untuk datang ke Danau Toba.
Penegasan itu disampaikannya usai terbang menumpang pesawat CN-295 dari Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara, Selasa (1/3/2016). Peryataan Presiden langsung berjawab.
"Kami targetkan pengembangan Bandara Silangit selesai pada September 2016," kata Direktur Utama Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi, seperti dikutip Kompas.com, pada hari yang sama.
Sementara itu, dari laman silangit-airport.co.id diperoleh informasi bahwa Bandara Silangit di Siborong-borong, Tapanuli Utara, sudah dibangun pada masa penjajahan Jepang, yaitu pada kurun 1942-1945. Pada 1995 pemerintah membangun kembali bandara ini dengan penambahan landas pacu sepanjang 900 meter, menjadi total 1.400 meter.
Pembangunan berikutnya dimulai pada Maret 2005. Hingga akhir 2011, panjang landasan pacu bandara itu sudah mencapai 2.400 meter.
Pada perencanaan 2015, landasan pacu Bandara Silangit tak hanya diperpanjang lagi, tetapi juga dilebarkan. Agar bisa didarati pesawat berbadan lebar, landasan bandara dibuat sepanjang 2.650 meter dengan lebar 45 meter. Nah, rencana tersebut sekarang sudah mewujud.
Makanan adalah salah satu kekayaan di Tanah Batak. Pesona wilayah di seputar danau tektonik terbesar se-Asia itu adalah kekayaan yang lain. Wajar bila Pemerintah kemudian menetapkan kawasan ini sebagai satu dari sepuluh destinasi prioritas untuk pariwisata Indonesia.
"Adanya Bandara Silangit akan mempermudah wisatawan mengunjungi Danau Toba," ujar Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Rahman kepada Kompas.com, Senin (2/5/2016).
Kemudahan akses untuk menjangkau suatu destinasi adalah salah satu faktor kunci keberhasilan pengembangan destinasi, selain dari potensi keindahan atau kekayaan alam setempat. Khusus Danau Toba, beragam program pengembangan infrastruktur dan akses ini sudah termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019.
Dalam perkembangan teknologi digital dan media sosial, tak ada ruginya pula bagi para pelancong berbagi lewat dunia maya. Lewat Twitter atau Instagram, misalnya. Sisipkan saja penyebutan akun @ceritadestinasi di situ.
Berbagi cerita soal pesona wisata Indonesia, tak hanya dari Danau Toba, juga bisa dilakukan lewat fan page Facebook Cerita Destinasi. Di semua unggahan soal destinasi wisata lewat akun media sosial tersebut, bisa dipasang tanda pagar (tagar) #ceritadestinasi.
Siapa tahu, dari kisah-kisah perjalanan Anda, dunia bisa lebih dalam mengenal Indonesia. Mulai saja dari memompa air liur di sekitar Danau Toba. Horas!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.