Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Leluhur Menari di Tanah Using

Kompas.com - 20/07/2016, 07:21 WIB

GERAK tari seblang dan barong ider bumi di tanah orang Using, Banyuwangi, Jawa Timur, bukan soal estetika, melainkan juga ritual penghormatan kepada leluhur. Doa purba Nusantara yang dinaikkan demi keselamatan desa.

"Seblang jadi besok, Jumat,” ujar tetua adat Desa Olehsari, Ansori, Kamis (7/7/2016).

Roh sudah datang, penari telah ”ditunjuk”, Fadiyah Yulianti, seorang gadis yang masih duduk di kelas dua sekolah dasar. Tak urusan spanduk dan baliho pemerintah daerah yang mempromosikan wisata Banyuwangi mencantumkan seblang diselenggarakan tanggal 11 Juli atau masih tiga hari lagi. Selamatan di beberapa tempat, termasuk arena menari, dilaksanakan.

Di rumah berbilik bambu dan beralas tanah, Sunaryo (41), ayah Fadiyah, tengah menyerut batang-batang hiasan mahkota atau omprok Fadiyah. Sunaryo mengatakab, Mak Nik, tetangganya, kesurupan dan mengatakan bahwa roh ingin Fadiyah jadi penari.

”Kalau sudah begitu, siapa yang dapat melawan,” ujar Sunaryo. Selama seminggu, dia akan mengurus kebutuhan Fadiyah, menyerahkan putri bungsunya kesurupan, menari berjam-jam, dan mengantar jemputnya ke tempat menari. Tahun lalu, Fadiyah juga terpilih menjadi penari.

Dia mengaku, kadang terselip rasa takut akan keselamatan putrinya. Namun, bagi Sunaryo, seblang itu kewajiban, suka atau tidak, lantaran merupakan ritual agar bencana tak singgah ke desa.

Dia bercerita, dulu pernah terjadi pagebluk, orang yang sakit pada sore hari, keesokan paginya meninggal. Tanaman mati sebelum dapat dituai.

Menari

Jumat itu hari besar bagi Fadiyah. Siang hari, di rumah Mbah Sahwan, yang keluarganya turun-temurun membuatkan omprok atau mahkota penari seblang, Fadiyah tiba untuk dirias. Asiah (35) membalutkan setagen dan menyematkan selendang ke tubuh mungil Fadiyah.

”Aku dadi ratu,” ujar Fadiyah polos. Di hadapannya, gadis-gadis kecil lain menonton. Fadiyah terlihat santai. Sunaryo mengatakan, saat tidak menari, Fadiyah tak ubahnya anak-anak biasa, belum kesurupan. Selesai dirias, Fadiyah didampingi pesinden, dukun, dan pembawa sesajen, dibawa ke arena menari.

Di sana omprok dipasang, dukun mengundang roh, dan penari diasapi dengan kemenyan. Gamelan dipukul, gending pengundang roh Seblang Lukinto dilantunkan, kemenyan ditiupkan ke arah Fadiyah, seperti memasukkan roh.

Tubuh Fadiyah pun lunglai dan matanya terpejam. Fadiyah mulai menari, mengibaskan tangan, dan selendangnya, seperti menghela segala keburukan. Omprok yang terbuat dari bunga segar, pupus daun pisang, dan daun aren sesekali mengikuti tubuhnya yang terhuyung.

Dia menari mengitari lingkaran, melawan arah jarum jam. Ritmis. Dua penari lain dan seorang perempuan tua membayangi langkahnya, menjaganya. Beberapa putaran, Fadiyah berhenti menari, lalu duduk.

Saat itulah tungku kemenyan di putar-putar di atas kepalanya. Terdengar lagi suara sinden yang cempreng tetapi magis, musik bersahutan, dan Fadiyah pun kembali menari. Begitu terus hingga matahari terbenam.

Di tengah tarian, dia melempar sampur. Penonton yang mendapat selendangnya ikut menari atau sekali waktu dia menawarkan bunga yang sudah didoakan. Penonton berebut menukarnya dengan uang. Puncaknya ketika Fadiyah jatuh ke tanah dan bokor diedarkan untuk saweran para penonton sebagai wujud pengorbanan.

Nyaris tiga jam Fadiyah menari, kaus kaki putihnya berubah menjadi coklat oleh tanah lapangan. Selama tujuh hari berturut-turut dia akan menunaikan tugas adat itu.

Upacara

Menurut Aekanu Hariyono, Kepala Seksi Adat dan Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, seblang termasuk fungsi tarian upacara karena berunsur mistis atau magis dan biasa dilakukan masyarakat agraris yang berpengaruh alam sekitar.

KOMPAS/INDIRA PERMANASARI Di Desa Olehsari, Banyuwangi, Jawa Timur, Fadiyah menari Seblang selama 7 hari untuk menghindarkan desanya dari pagebluk.
Seblang erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat tentang roh leluhur. ”Roh-roh leluhur diundang hadir di tengah masyarakat yang memakai raga yang telah dikosongkan jiwanya melalui media mantra-mantra, syair-syair lagu yang dilantunkan untuk mengiringi gerak seblang,” ujar Aekanu yang bertahun-tahun mendokumentasikan seblang.

Bagi Aekanu, seblang mengandung kompleksitas seni yang utuh berupa teater, gerak, tari, nyanyi, dan kriya.

Laku menghormati leluhur itu tak hanya tecermin pada seblang. Tepat pada hari kedua Lebaran, warga Using di Desa Kemiren mengadakan barong ider bumi. Selalu ada pelaku yang setia, kali ini pemilik barong, Sapii (75). Di rumah Sapii, barong tua disiapkan. Abu bakaran kemenyan tersisa di bawahnya.

Diiringi musik, barong—dengan iringan tarian, pemusik, warga berpakaian adat, dan perempuan berkain batik tua peninggalan nenek mereka—berpawai di jalan utama desa. Di Kemiren, barong ider bumi semarak sejak 1999.

”Semula, hanya barong yang memutari desa diiringi alat musik dan berjalan terbirit-birit. Kadang motor lewat, mereka terpaksa minggir. Padahal, ini untuk keperluan masyarakat Using,” ujar pemilik Sanggar Genjah Arum, Setiawan Subekti yang ikut ambil bagian menyemarakkan barong ider bumi.

Berbagai atraksi ditambahkan.Jalan yang dilalui pawai ditutup dan giliran kendaraan yang mengalah. Doa pun dihaturkan dengan cara berbagai agama.

Bagi sesepuh adat Desa Kemiren, Adi Purwadi, maraknya pawai barong untuk mengangkat harkat tradisi dan agar masyarakat menjaganya. Namun, ritual itu sebagai penolak bala tak berubah. Pada barong juga diyakini roh hadir.

Di desa-desa orang Using yang terbuka dengan jalan aspal mulus dan hanya 15 menit dari pusat kabupaten, tradisi tetap dapat dipelihara, berdampingan dengan berbagai perubahan. Wujud masyarakat agraris yang tak ingin melupakan roh yang akrab, leluhur. (Indira Permanasari/Siwi Yunita Cahyaningrum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com