Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Morotai, Pesona Dunia nan Rapuh

Kompas.com - 06/08/2016, 19:01 WIB

MOROTAI lebih dari indah. Pulau terdepan itu adalah gerbang Indonesia menuju Pasifik, kawasan yang bertumbuh cepat dan diperkirakan akan menggeser pesona Atlantik yang kian redup. Posisinya yang strategis sempat menjadikannya sebagai rebutan Sekutu dan Jepang selama Perang Dunia II.

Nian Ngawi (47) dan anaknya, William Tarumanegara (19), mencermati rangkaian tulisan sejarah Perang Dunia II yang dipajang di Museum Perang Dunia II di Daruba, ibu kota Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Suasana gelap akibat pulsa listrik yang habis membuat mereka harus membelalakkan mata.

Bangunan museum yang diresmikan bersamaan dengan penyelenggaraan Sail Morotai 2012 tersebut sebagian tak terawat. Langit-langitnya kusam dan mulai mengelupas. Beberapa pajangan dan foto berdebu. Museum yang tak terlalu besar itu hanya dibuka jika ada permintaan kunjungan wisatawan.

Sebagian besar isi museum hanya papan berisi foto dari berbagai lembaga asing dan tulisan sejarah Perang Dunia II. Benda-benda pajangannya hanya atribut pakaian tentara, alat makan-minum, koin, peluru, beberapa senjata berat, peralatan sandi, dan alat instalasi listrik. Tak ada pesawat tempur, tank amfibi, kapal perang, jip, atau alat tempur lainnya.

”Seharusnya senjata, kendaraan tempur, atau peninggalan perang lainnya lebih banyak ditampilkan sehingga suasana PD II lebih terasa,” kata Nian.

Tak hanya di museum, berbagai peralatan tempur itu juga sulit ditemukan di daratan Pulau Morotai. Padahal, saat mendarat di Morotai pada 15 September 1944, Sekutu membawa 3.000 kendaraan militer, baik pesawat maupun truk segala medan. Kini, semua itu nyaris tak tersisa. Jejaknya hanya dua tank amfibi jenis Landing Vehicle Tracked Mark 2 yang teronggok di Desa Gotalamo, Morotai Selatan.

Sejak pertengahan 1950-an, penjarahan peninggalan PD II dilakukan oleh sejumlah pengusaha luar Morotai atas izin pemerintah pusat. Bangkai pesawat, kapal, dan aneka kendaraan dipotong-potong dan diangkut ke luar pulau untuk diolah jadi bahan baku besi. Meriam dan sisa-sisa peluru pun diangkut untuk diambil kuningannya.

”Bahkan, beberapa dog tag atau bandul kalung militer, data diri tentara yang tersimpan di Museum PD II, dicuri beberapa bulan lalu,” kata Muhlis Eso, salah satu penjaga Museum Perang Dunia II di Morotai.

Ironisnya, hanya sebagian kendaraan tempur yang tenggelam di dasar Selat Morotai, di selatan pulau, yang selamat. Lokasi bangkai aneka kendaraan tempur yang populer dengan sebutan Morotai Wreck itu kini menjadi lokasi penyelaman unik dan sulit dicari tandingannya di tempat lain. Keberadaannya melengkapi 28 lokasi selam di pulau seluas 4.301 kilometer persegi itu.

Kondisi sebagian besar situs-situs yang pernah menjadi bagian pertempuran Sekutu dan Jepang juga tak terawat. Dari 12 landasan pesawat, tujuh di antaranya diperkeras dengan batu karang dan minyak hitam.

Namun, hanya satu landasan yang masih dimanfaatkan menjadi landasan pesawat, yakni Bandar Udara Morotai. Sisanya tertutup ilalang, bahkan hilang.

Potensi wisata

Selain kisah PD II, Morotai juga dikaruniai keindahan alam yang menakjubkan. Pantai berpasir putih nan halus terhampar hampir di seluruh pantai di Pulau Morotai dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, seperti Pulau Dodola, Zumzum, dan Ngelengele.

Wisata selancar pun tersedia, seperti di perairan sekitar Tanjung Sopi dan Bere Bere yang terletak di utara pulau dan menghadap langsung Samudra Pasifik.

Demikian pula hutan Morotai yang cukup terjaga bisa digunakan untuk wisata menjelajahi jejak-jejak PD II atau menikmati keindahan air terjun yang ada di sana, seperti air terjun Nakamura, Leo Leo, dan Raja.

Potensi wisata budaya dan edukasi juga tersedia di Morotai. Bukan hanya tari, musik, makanan, atau permainan tradisional khas Suku Tobelo dan Galela, etnik terbesar di Morotai, melainkan juga aktivitas ekonomi masyarakat.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Dinding goa yang dilubangi Teruo Nakamura, di tepi air terjun di Desa Dehegila, Pulau Morotai, Maluku Utara, Minggu (17/7/2016). Teruo Nakamura, bersembunyi dari serangan tentara Amerika Serikat pada masa perang dunia kedua. Tentara Jepang berkewarganegaraan Taiwan tersebut bersembunyi sekitar 29 tahun di dalam hutan dan tahun 1974 diketemukan dan dikembalikan ke negara asalnya.
Usaha pengolahan gula aren, budidaya kerang mutiara di Pulau Ngelengele, kerajinan besi putih di pusat kota, atau pembuatan ikan asin di Pulau Koloray bisa menjadi sajian wisata yang menarik.

Meski Morotai memiliki potensi wisata yang besar, sebagian besar obyek wisata itu membutuhkan garapan lebih baik. Banyak lokasi wisata tak memiliki infrastruktur pendukung. Kalaupun ada, kondisinya tak terawat. Paket-paket wisata untuk wisatawan juga tak selalu tersedia, kecuali yang dikembangkan resor-resor tertentu.

Biaya hidup di Morotai juga tinggi. Untuk menjangkau pulau-pulau kecil dan obyek wisata di luar kota Daruba, wisatawan harus mengeluarkan biaya ekstra akibat minimnya transportasi umum.

Harga bahan bakar premium di sana berkisar Rp 9.000- Rp 12.000 per liter. Kondisi itu rentan membuat Morotai sulit bersaing dengan daerah wisata lain yang dikelola massal.

Ketua Program Magister dan Doktor Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, M Baiquni mengatakan, Morotai seharusnya dikembangkan menjadi kawasan wisata minat khusus. Wisata jenis ini umumnya diminati wisatawan yang tak menjadikan biaya sebagai syarat utama.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Tank amfibi Landing Vehicle Tracked Mark 2 (LVT-2) milik Angkatan Laut Amerika Serikat pada Perang Dunia II saat mendarat di Pulau Morotai di Desa Gotalamo, Kecamatan Morotai Selatan, Maluku Utara, Jumat (15/7/2016). Tersisa dua kendaaraan tempur dari ratusan kendaraan milik tentara Amerika Serikat pada Perang Dunia II. Menurut warga setempat, kendaraan bukti sejarah tersebut sudah banyak yang dipotong-potong dan dijual besinya.
Pengembangan wisata Morotai juga seharusnya tetap memperhatikan keadilan masyarakat. Selama ini pemerintah cenderung memfasilitasi investor membangun resor-resor dan menjadikan masyarakat sebagai pendukung usaha melalui pengembangan penginapan, rumah makan, atau pembuatan cendera mata.

Masyarakat nyaris tak pernah diajak untuk mengelola lokasi dan program wisata bersama atau membangun imajinasi wisata Morotai. Di masa depan, pola itu rentan menimbulkan konflik dan tidak menunjang keberlanjutan industri pariwisata.

Kesiapan masyarakat itu makin penting diantisipasi mengingat sejumlah obyek vital nasional direncanakan dibangun di Morotai, seperti istana kepresidenan. Pangkalan militer Tentara Nasional Indonesia hingga bandar antariksa yang dikelola Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional juga akan hadir di sana.

Pelibatan masyarakat itu penting agar mereka tidak merasa menjadi tamu di daerahnya sendiri. Upaya pengembangan wisata sebagai alat menyejahterakan masyarakat seharusnya bisa tercapai. (Frans Pati Herin/Cornelius Helmy/M Zaid Wahyudi)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2016, di halaman 22 dengan judul "Pesona Dunia nan Rapuh".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

Travel Tips
Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

Travel Update
Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

Travel Update
4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

Travel Tips
Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

Jalan Jalan
4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

Travel Tips
Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

Travel Update
Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

Jalan Jalan
Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

Jalan Jalan
 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com