Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksotisme Goa di Pedalaman Aceh Besar

Kompas.com - 08/08/2016, 18:34 WIB

ALAM Kabupaten Aceh Besar tidak pernah henti menawarkan eksotisme. Salah satunya sejumlah goa eksotis di pedalaman kabupaten tempat kelahiran pahlawan nasional Cut Nyak Dhien, tepatnya di Gampong Leupung Bruek, Kecamatan Kuta Cot Glie.

Keberadaan sejumlah goa yang memiliki stalaktit dan stalagmit hidup itu bisa menjadi alternatif destinasi wisata tak biasa bagi wisatawan. Wisatawan lokal dari Aceh Besar dan Banda Aceh yang jenuh dengan wisata pantai yang berlimpah di Aceh dapat berkunjung ke goa-goa itu.

Matahari baru muncul dari peraduan ketika menyusuri jalanan Banda Aceh-Aceh Besar untuk menuju kompleks goa eksotis di Gampong Leupung Bruek, Minggu (31/7/2016). Udara lembab dan angin dingin masih begitu terasa di pagi yang cerah.

Berkendara dari Banda Aceh ke Gampong Leupung Bruek selama satu jam tidak akan membosankan. Selain ada pemandangan hamparan sawah yang membentang di kanan-kiri jalan utama, terlihat pula Pegunungan Bukit Barisan dari kejauhan.

Memasuki kawasan kampung, pemandangan mulai bervariasi. Pengunjung dapat melihat indahnya aliran sungai, sawah, bukit, dan permukiman warga berarsitektur tradisional.

Sekitar 500 meter awal perjalanan, tersaji pemandangan hamparan ilalang yang eksotis. Wisatawan lalu memasuki kawasan hutan primer yang terbentang sekitar 2 kilometer. Berjalan di dalam hutan itu menimbulkan efek relaksasi. Mata menjadi segar karena bisa melihat pepohonan rindang yang hijau dan menghirup udara segar yang sejuk.

”Ini pengalaman pertama saya berjalan menyusur hutan menuju goa. Perjalanan sangat menyenangkan. Apalagi jalur yang dilalui sangat indah sehingga tidak membosankan,” ujar Fatimah El Karim (23), wisatawan asal Medan, Sumatera Utara.

Empat goa

Setelah berjalan kaki sekitar satu jam, wisatawan mulai memasuki kawasan goa. Terdapat empat goa di hutan Gampong Leupung Bruek, yakni Goa Ie, Goa Angin, Goa Salju, dan Goa Seumantong. Empat goa itu saling berdekatan. Dari satu goa ke goa lain hanya berjarak 50 meter hingga 100 meter. Goa-goa itu memiliki keunikan masing-masing.

Goa Ie memiliki keunikan pada bentuk yang vertikal dengan kedalaman sekitar 20 meter dan memiliki halaman luas di bagian depan goa. Selain itu, goa ini juga memiliki mata air di dalamnya. Mata air itulah yang menjadi sumber air bersih kampung sekitar.

Walaupun berbentuk vertikal, goa itu bisa dikunjungi wisatawan Namun, wisatawan wajib menggunakan alat keselamatan lengkap.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Wisatawan di Goa Salju di Gampong Leupung Bruek, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (31/7/2016). Dulu, warga mencari sarang burung walet di goa tersebut. Namun, karena sarang burung walet berkurang, goa itu ditinggalkan warga. Pada 2008, mahasiswa pencinta alam dari Universitas Muhammadiyah Aceh menemukan keberadaan goa itu.
Oleh karena itu, wisatawan harus didampingi pendamping profesional yang mengenal kondisi goa, mengetahui etika dalam goa, memahami teknik masuk-keluar goa vertikal dan horizontal, dan memiliki peralatan keselamatan.

Tebing untuk menuju goa itu miring ke dalam. Ketika menuruni dengan menggunakan tali, adrenalin akan terpacu kencang. Namun, ketegangan itu sirna ketika sampai ke bawah.

Dari bawah, goa itu menawarkan pemandangan indah bias cahaya matahari yang berbentuk garis-garis karena efek melewati sela-sela ranting pepohonan sebelum jatuh ke dasar goa. Pemandangan itu menjadi sajian istimewa goa yang tidak ada di goa lain. Pemandangan seperti itu bisa disaksikan mulai pukul 10.00 hingga pukul 14.00.

Di Goa Angin, wisatawan tidak disarankan menjelajahi goa itu karena ruang masuk sempit. Namun, keunikan goa ini justru pada bagian mulutnya. Dari mulut goa terasa angin yang berembus kencang dan sejuk. Hal ini yang mengilhami penamaan goa.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Wisatawan di Goa Salju di Gampong Leupung Bruek, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (31/7/2016). Dulu, warga mencari sarang burung walet di goa tersebut. Namun, karena sarang burung walet berkurang, goa itu ditinggalkan warga. Pada 2008, mahasiswa pencinta alam dari Universitas Muhammadiyah Aceh menemukan keberadaan goa itu.

Selanjutnya, wisatawan wajib mengunjungi Goa Salju. Goa ini sangat mudah dijelajah. Goa ini berbentuk horizontal dan jarak dari mulut ke dalam hanya sekitar 30 meter.

Goa itu menyimpan keindahan alam terpendam, yakni untaian stalaktit dan stalagmit. Di semua stalaktit dan stalagmit itu air masih mengalir dan menetes. Stalaktit dan stalagmit itu memancarkan warna putih bersih yang juga menginspirasi penamaan gua.

”Wisata goa ini mengobati kejenuhan wisata pantai yang banyak di Aceh. Wisata goa pun bisa menjadi sarana belajar mengenal alam, terutama mengenai stalaktit dan stalagmit yang jarang bisa dilihat langsung,” ucap wisatawan asal Banda Aceh, Taufik Kelana (31).

Tuha peut (orang yang dituakan) di Gampong Leupung Bruek, Muhammad Ali (70), menuturkan, kompleks goa di desanya diketahui warga sejak 40 tahun lalu.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Wisatawan sedang menikmati keindahan stalaktit di Goa Salju di Gampong Leupung Bruek, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (31/7/2016). Dulu, warga mencari sarang burung walet di goa tersebut. Namun, karena sarang burung walet berkurang, goa itu ditinggalkan warga. Pada 2008, mahasiswa pencinta alam dari Universitas Muhammadiyah Aceh menemukan keberadaan goa itu.

Dahulu, warga mencari sarang burung walet di sana. Namun, 10 tahun terakhir, sarang burung walet berkurang hingga akhirnya kompleks goa itu ditinggalkan.

Kembali populer

Belakangan, goa-goa itu kembali populer. Pada 2008, sekelompok pencinta alam dari Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Muhammadiyah Banda Aceh melakukan kegiatan di Gampong Leupung Bruek. Setelah itu, goa-goa itu banyak dikunjungi para pencinta alam dan wisatawan.

”Jika mau menjadi tempat wisata, kami dukung. Akan tetapi, tempat ini harus dikelola dengan baik agar kelestarian alam tetap terjaga dan dapat bermanfaat untuk masyarakat setempat,” kata Ali.

Spesialis goa dan tebing dari Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, Hendri Abik (26), menyatakan, pemerintah harus menyediakan pendamping profesional guna memajukan wisata gua. Pendamping profesional berguna untuk memastikan keselamatan para wisatawan yang berkunjung.

Selain itu, mereka bisa mengontrol serta mengingatkan wisatawan dan warga untuk menjaga kelestarian alam gua, terutama stalaktit dan stalagmit, yang pembentukannya butuh ratusan tahun tetapi sangat mudah rusak.

”Selain untuk wisata, kelestarian goa sangat penting karena menjadi tempat sumber air bersih. Kalau goa rusak, sumber air akan hilang. Hal itu terlihat nyata di Goa Seumantong yang sudah lama rusak karena dijamah manusia yang tidak paham etika di goa,” tutur Hendri. (ADRIAN FAJRIANSYAH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2016, di halaman 22 dengan judul "Eksotisme Goa di Pedalaman Aceh Besar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com