Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Labuan Bajo, Menembus Lorong Waktu Kepurbaan

Kompas.com - 09/08/2016, 16:15 WIB

MENJEJAKKAN kaki di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, seperti memasuki lorong waktu. Lorong yang menghubungkan dunia saat ini dan kepurbaan. Di tempat itu, kedua dunia itu terkoneksi oleh kehidupan masyarakat yang selaras alam.

Pinisi yang dikemudikan oleh pemuda Suku Bajo mengantarkan rombongan kecil wisatawan dari Pelabuhan Labuan Bajo di ibu kota Kabupaten Manggarai Barat ke gerbang Loh Buaya, awal Juni lalu.

Saat melintas di gerbang yang sebenarnya pintu masuk Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca itu berbagai perasaan bercampur aduk pada diri wisatawan. Ada rasa penasaran, tetapi juga ada sedikit rasa takut. Apalagi banyak peringatan agar wisatawan waspada.

Di gerbang inilah mereka akan memasuki taman purba, taman di mana masih ditemukan komodo, hewan purba satu-satunya yang tersisa. Wisatawan asing menyebutnya dragon. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia agar bisa menyaksikan hewan itu dari dekat.

Awal Juni lalu, saat musim kering mulai melanda Flores, komodo sering terlihat bergerombol di titik-titik mata air dan di kolong rumah dapur kantor Taman Nasional Komodo. Saat itulah saat yang paling mudah melihat reptil raksasa itu.

Tidak hanya komodo yang memberikan penanda kepurbaan di Flores. Ada goa Batu Cermin dan goa Liang Bua yang mengukir dengan jelas kehidupan di tanah Flores. Relief fosil dalam Batu Cermin yang ditemukan oleh arkeolog Theodore Verhoven, misalnya, bercerita bahwa Labuan Bajo, yang kini berada di tepi pantai, dahulu adalah bagian dari dasar laut.

Flores juga menjadi tempat tinggal manusia purba Homo floresiensis, 100.000 tahun lalu. Jejaknya bisa dilihat di goa Liang Bua yang berjarak enam jam perjalanan dari Laboan Bajo.

Kekunoan yang masih ada dan terawetkan juga ada di Wae Rebo, dusun terpencil di kaki bukit di Manggarai Barat. Konservasi rumah tradisional mbaru niang di Wae Rebo mendapat penghargaan tertinggi, Award of Excellence, dalam Konservasi Warisan Budaya 2012 Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) kawasan Asia Pasifik.

Wae Rebo seperti halnya museum hidup. Di tempat itu rumah-rumah adat Manggarai yang hampir punah masih berdiri tegak dan menjadi pusat kegiatan warga. Tradisi warisan nilai leluhur masih dipegang teguh. Mereka masih setia merawat kampung meski hidup dalam keterpencilan.

Selaras alam

Rohaniwan yang juga antropolog, P Gregor Neonbasu SVD, mengatakan, alam merupakan bagian integral dari kehidupan manusia Nusa Tenggara Timur. Alam disebut sebagai makrokosmos dan manusia sebagai mikrokosmos. Relasi saling melengkapi senantiasa memberi ”makna konstruktif” dan ”arti simbiosis” bagi kehidupan manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com