SUASANA tiga minggu lalu di Kampung Lembah Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Lalu lalang kendaraan roda dua dan empat menuju ke kampung itu.
Kerabat dekat serta warga tetangga kampung itu berhamburan menuju tempat atraksi caci. Aktivitas harian dari warga masyarakat di kampung itu berhenti total. Pada hari itu warga masyarakat menyaksikan tradisi menari caci yang diwariskan leluhur orang Manggarai Timur.
Hari itu, merupakan puncak ritual ‘Nggare Tae Kamba’ untuk memperingati seorang tua adat di kampung itu yang sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Anak-anak dan cucu-cucunya serta sanak saudara-saudari yang ada di kampung itu maupun yang tersebar di beberapa kampung tetangga mengadakan ritual ‘Nggare Tae Kamba’ sesuai adat istiadat Suku Rongga.
Menari Caci merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan apabila sudah dijanjikan kepada orang mati. Ini sesuatu yang harus ditaati oleh anak-anak dan sanak saudara dan saudari yang orang sudah meninggal dunia.
Kali ini namanya Tarian Caci Nggare Tae Kamba sesuai dengan adat istiadat Suku Rongga yang bermukim di wilayah Selatan Kabupaten Manggarai Timur.
Menari cari merupakan sebuah permainan rakyat yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh leluhur orang Manggarai Raya (Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat).
Permainan rakyat ini sangat berbeda di mana pemainnya ada dua orang. Satu lawan satu. Satu yang memukul dengan menggunakan cemeti (Larik) dan lawan menangkis dengan sebuah alat yang disebut Nggiling (sebuah tameng) berbentuk bulat yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit kambing dan sapi.
Permainan rakyat ini hanya ada di wilayah Flores Barat. Permainan rakyat ini sambil menari-nari di tengah lapangan. Menari-nari saat memukul lawan sambil menyanyikan sebuah lirik lagu bahasa daerah setempat. Bahkan lawannya pun ikut menari-nari usai menangkis pukulan.
Saat itu, suara-suara emas dari pemain caci dilantunkan dengan dialek-dialek bahasa daerah setempat. Bahkan, pemain caci yang masih muda atau bujang menampilkan yang terbaik demi menggaet perhatian dari perempuan yang memadati lapangan.
Bahkan, ajang permainan caci juga bisa mempertemukan jodoh bagi pemuda dan pemudi. Di mana, kaum perempuan terhibur dengan goet-goet (dialek-dialek) yang dibawakan saat menari-nari di tengah lapangan sambil melemparkan senyuman kepada kaum perempuan yang memadati di pinggir lapangan.
Dalam sebuah permainan caci, ada beberapa peralatan caci yang disiapkan oleh tuan rumah, seperti Nggiling (Tameng), Larik (Cemeti) yang terbuat dari kulit kerbau bagi orang Manggarai dan Manggarai Barat sementara untuk orang Manggarai Timur memakai ijuk muda dari pohon Enau.
Selain itu, ada puga panggal (penutup kepala), selendang untuk menutup bagian wajah. Juga nggiring (alat bunyi yang terbuat dari besi berbentuk gong kecil). Gong kecil yang banyak ini biasanya dipakai di bagian belakang pinggang dari para penari caci.
Dalam tarian caci ada kalah dan menang. Untuk menentukan menang jika lawan yang dipukul mengenai wilayah wajah. Jadi wilayah wajah dari penangkis dengan menggunakan Tameng berbentuk bulat (Nggiling) harus ditutup rapat dan mata saja yang tidak ditutup.
Yang menarik dan bermakna dari permaian caci adalah persaudaraan sangat tinggi. Tidak ada dendam, walaupun tubuh berdarah akibat terkena pukulan. Bahkan, aturannya juga secara lisan yang sudah diketahui secara umum dan ditaati bersama.
Kampung Lembah Paudoa terletak di bawah kaki Gunung Komba. Juga diapit oleh beberapa gunung kecil di sekitarnya. Kampung itu sangat sejuk. Kampung itu juga dipadati tanaman perkebunan, seperti tanaman kakao, cengkeh serta beberapa jenis lainnya. Tidak ada lahan persawahan di kampung itu.
Kristoforus Selek kepada KompasTravel belum lama ini menjelaskan, tarian caci yang dilaksanakan tiga minggu lalu di Kampung Lembah Paundoa merupakan puncak dari ritual kenduri bagi seorang tokoh adat di kampung itu. Dalam bahasa suku Rongga disebut Tarian Caci Nggare Tae Kamba.
“Tarian Caci Nggare Tae Kamba di Kampung Lembah Paundoa tiga minggu lalu merupakan puncak dari ritual kenduri bagi seorang tua adat di kampung itu yang sudah meninggal dunia. Artinya, tidak ada ritual adat lagi bagi tua adat itu yang dilaksanakan oleh anak-anak dan cucu-cucu serta sanak saudara dan saudari di tahun-tahun mendatang,” ujarnya.
Jenis Tarian Caci di Flores Barat
Bagi orang Manggarai Timur, ada beberapa jenis permainan Caci yang wajib dipentaskan di kampung-kampung. Salah satunya adalah tarian Caci Nggare Tae Kamba sesuai dengan adat istiadat orang Suku Rongga di Kampung Lembah Paundoa. Kedua, Tarian Caci bagi Panen di Kebun Lodok (uma Lodok), tarian Caci peresmian sekolah.
Sedangkan bagi orang Manggarai dan Manggarai Barat, ada beberapa jenis permainan caci, seperti, Tarian Caci Wagal, Tarian Caci Tahbis bagi Imam Baru, Tarian Caci Congko Lokap, Tarian Caci Penti (syukur panen).
Kini, tarian caci dipentaskan bagi wisatawan asing dan domestik yang berwisata di wilayah Flores Barat yang dipromosikan oleh agen-agen travel di wilayah Flores Barat.
Salah satu tempat yang menjadi pusat pementasan permainan caci bagi wisatawan asing dan domestik saat ini adalah Kampung Cecer dan Kampung Melo.
Memasuki Juli-Agustus di kampung-kampung di wilayah Flores Barat sebagai bulan tarian Caci. Berbagai ritual adat dan menjelang upacara HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu ada pergelaran caci yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Bagi wisatawan asing dan domestik, jika mau melihat dan menyaksikan sendiri pergelaran Caci, maka berkunjunglah di kampung-kampung di Flores Barat pada Juli-Agustus setiap tahunnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.