Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kim Soo Il, Laki-laki Korea yang Mencintai Indonesia

Kompas.com - 11/08/2016, 05:14 WIB
Erlangga Djumena

Penulis

BUSAN, KOMPAS.com - Nama lelaki berumur 64 tahun itu Kim Soo Il. Tanpa rasa kagok, pria Korea ini bicara bahasa Indonesia dengan fasih. Tidak hanya itu, Prof Kim, begitu dia akrab disapa, mengaku sangat mencintai Indonesia.

Demi cintanya kepada Indonesia, tahun 2012 silam, dia mengucurkan dana 5 juta dollar AS dari sakunya sendiri untuk membangun gedung seluas 1.800 meter persegi dan berlantai 5 yang kemudian diberi nama Busan Indonesia Center.

"Kuliah saya major-nya Indonesia. Saya belajar bahasa, sastra, budaya Indonesia. Jadi lama-lama saya jatuh cinta sama Indonesia," ujar Kim kepada KompasTravel di Busan, Kamis (4/8/2016), mengenai alasan kenapa dirinya mencintai Indonesia.

Kim mulai belajar Bahasa Indonesia saat dia kuliah tahun 1972. Sejak itu pun dia selalu berhubungan dengan Indonesia, berkunjung ke Indonesia, dan mempunyai kawan-kawan dari Indonesia.

"Hubungan dengan kawan-kawan Indonesia saya menjadi landasan cinta saya terhadap Indonesia," ucap Kim yang pernah menjadi Duta Besar Korea untuk Timor Leste ini.

DOKUMENTASI BIC Gedung Busan Indonesia Center
Di lantai dasar gedung BIC, Rektor Daegu University of Foreign Studies ini, membuat kafe yang diberi nama Cafe Luwak. Pengunjung bisa menikmati nuansa Indonesia di kafe ini sambil memakan nasi goreng, menikmati kopi tubruk, mendengarkan alunan musik keroncong, atau sekadar melihat berbagai aksesoris hasil kerajinan dari Nusantara.  

"Melalui gedung ini saya promosi budaya Indonesia. Orang Korea yang datang ke sini, mereka mendengar lagu Indonesia, minum kopi Indonesia, melihat kerajinan indonesia. Mereka sangat impresif, kagum," sebut ayah dari dua putri itu.

Prof Kim menyebut, BIC merupakan satu-satunya gedung di Korea yang menyandang nama Indonesia Center. BIC yang terletak di daerah padat penduduk itu hanya 20 menit dari bandara udara Gimhae, Busan.  Melalui gedung yang bersebelahan dengan Jalan Surabaya ini, dia berharap  bisa memberikan pengetahun tentang Indonesia kepada orang Korea.

BIC, lanjut Kim, bisa menjadi strategis bagi Indonesia, terutama untuk mengenalkan Indonesia kepada masyarakat Korea Selatan yang ternyata masih awam mengenai Indonesia.

"Ada halte bus di seberang gedung. Setiap berhenti di halte, para sopir bus mereka membuat pengumuman, 'Kita berada di depan gedung Indonesia Center'. Itu jadi promosi. Kalau kita membuat billboard, kita harus bayar mahal," paparnya.

"Ribuan orang mendengar itu. Kita tidak bayar kampanye, saya jadi bangga," tambah dia.

KOMPAS.com/ERLANGGA DJUMENA Kabid Misi Penjualan Asia Pasifik Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Jordi Paliama menyerahkan cendera mata kepada VITO di Busan Kim Soo Il saat pembukaan promosi pariwisata Indonesia di Busan, Korsel, Sabtu (6/8/2016).
Jalan Surabaya pun, menurut Kim, menjadi satu-satunya jalan dengan nama kota di Indonesia di Korea. "Jalan Surabaya karena ada sisterhood," sebut Kim yang pernah menjadi Konsul Kehormatan Indonesia ini, mengenai nama Jalan Surabaya.

Mengenai ketidakkenalan orang Korea terhadap Indonesia diakui Kim yang sekarang menjadi Ketua Dewan Penasihat Kepresidenan Korsel bidang Perhutanan ini. Salah satu faktornya, karena nama India dalam bahasa Korea adalah Indo.

Hal itu membuat orang Korea bingung, membedakan Indonesia dengan India. "Tetapi dengan kesadaran, saat ini orang tahu Indonesia dengan India tidak sama," tutur Kim yang menjadi Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) ini.

Untuk itu, dia ingin, BIC dimanfaatkan sebesar-besarnya baik oleh warga Indonesia maupun Pemerintah Indonesia. Kim tidak mau gedungnya disewa oleh pihak lain yang tidak memiliki kaitan dengan Indonesia. Bahkan untuk perusahaan Korea pun dia tidak mengizinkan untuk menyewanya. "Saya tidak mau sewakan kepada perusahaan Korea. Saya hanya mau yang Indonesia," ujarnya.

Karena itu, saat Kantor KJRI pindah dari BIC, dia sangat terpukul. "Kantor KJRI tutup dengan alasan anggaran. Tapi saya sebenarnya beri sewa gratis itu. Saya hanya pungut 2.000 dollar AS untuk listrik dan kebersihan. Namun begitu mereka merasa berat. Jadi sekarang kosong," tuturnya getir.

Saat ini, setiap hari Sabtu, ruangan bekas Kantor KBRI di lantai 3 dipakai untuk Taman Kanak-kanak warga Indonesia di Busan. "TK buat anak-anaknya mahasiswa di sini. Orang tuanya juga bisa berkumpul. Itu semua gratis," sebutnya.

Ia menambahkan, setidaknya setiap sabtu ada 20 anak yang aktif datang, dari 30 yang terdaftar.

Selain kafe di lantai 1 dan di lantai 3 bekas ruangan,  pada lantai 2 BIC terdapat Galeri Seni Indonesia.  Kemudian di lantai 4 merupakan kantor Kim sebagai VITO, serta lantai 5 menjadi guest house khusus untuk warga Indonesia.

KOMPAS.com/ERLANGGA DJUMENA Salah satu ruangan bekas Kantor KJRI di Busan Indonesia Center
Tempat mengadu para TKI

Kim bercerita, dia juga menjadi tempat mengadu para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mendapatkan perlakuan tidak adil. "Mereka menelepon saya tengah malam, untuk ngomong bahwa saya tidak dibayar, minta diselamatkan, dan sebagainya," ucapnya.

Dia berujar, dirinya tak jarang berangkat ke lokasi TKI yang menelepon. "Karena sesama orang Korea, persoalan bisa diselesaikan," katanya.

Selain itu, posisinya yang dekat dengan pemerintah Korsel juga menjadi salah satu daya tawar, sehingga perusahaan enggan berurusan dengannya.

Namun demikian tidak jarang, dia menerima intimidasi dari pihak yang tidak senang dengan langkahnya itu. "Saya ditelepon, 'kami sudah tahu telepon kamu, hati-hati.' Saya diancam," ujar Kim yang pernah menjadi menteri di Korsel ini.

Hal itu tidak membuat Kim mundur, dia pun tetap melayani para TKI yang mengadu ke dirinya.

KOMPAS.com/ERLANGGA DJUMENA Kim Soo Il di ruang kerjanya, di Busan Indonesia Center.
Biasanya TKI yang mendapat masalah adalah yang ilegal. Kontrak mereka sudah habis, namun tetap tinggal di bekerja di Korea tanpa mengurus surat-surat resmi. Kim menyebut, dalam setahun setidaknya 100 TKI menelepon dirinya.

Atas sumbangsihnya terhadap Indonesia, Kim pernah menjadi perwakilan pemerintah Indonesia di Korea selama 14 tahun, mulai 1993 pada era Soerharto sampai tahun 2007 pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Dia pun sudah dikunjungi oleh 5 Presiden RI di masa itu, yakni mulai Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Kim mengaku hingga kini dia masih berteman dengan Habibie. Bahkan baru-baru ini mengunjungi Habibie itu di Jakarta. "Saya, Pak Habibie, dan Pak Agung Laksono kawan lama," ucapnya.

Itulah sekelumit cerita dari Kim Soo Il yang mencintai Indonesia, hingga tenaga, harta dan hidupnya seolah untuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com