AKTIVITAS berkesenian seakan hidup di setiap pelosok wilayah Kabupaten Gianyar, Bali. Melintasi ruas Jalan Raya Batubulan-Jalan Singapadu, Kecamatan Sukawati, menuju kawasan Ubud, di kiri-kanan jalan berderet patung dan relief bercorak Bali yang dipajang di depan rumah warga. Hasil kerajinan warga itu bukan sekadar pajangan penghias, melainkan juga barang yang dijual.
Tidak hanya lelaki, perempuan di wilayah Singapadu juga menghidupkan seni ukir patung berbahan padas atau campuran serbuk padas dan semen. Kamis (28/7/2016) pagi, Ni Made Murdiasih (43) tengah menatah patung berbahan padas. Murdiasih berada di antara jajaran patung yang dipajang di depan rumahnya.
”Sekarang sedang sepi. Tetapi, satu-dua pembeli masih ada yang membeli patung,” katanya dengan ramah.
Pagi itu, Murdiasih menyelesaikan patung berbentuk mahkota. Ia mengatakan, patung itu untuk dijual.
Suasana di kawasan Sukawati tersebut seolah mengantarkan wisatawan menuju Ubud, ikon wisata Gianyar, bahkan Bali. Ubud merupakan desa wisata internasional yang memiliki vibrasi spiritual dan seni, budaya, serta alam yang memesona.
Dari Ubud-lah kepariwisataan Gianyar berawal. Dalam situs Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar disebutkan, ini bermula pada 1920-an saat Walter Spies, pelukis kelahiran Jerman, menetap di Ubud.
Setelah Spies, sejumlah seniman asing lain, seperti Rudolf Bonnet dan Arie Smit dari Belanda, juga datang ke Ubud untuk menemukan inspirasi kreasi mereka. Pendiri Neka Art Museum, Pande Wayan Suteja Neka, mengatakan, seniman-seniman menebarkan pengaruh seni modern kepada masyarakat setempat yang di nadi mereka sudah mengalir darah seni.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.